18 May 2021
5616
Life Reinsurance
Fenomena Long Covid pada Penyintas
Sudahkah anda mengenal istilah Long Covid?
Long Covid, yang juga akrab dikenal sebagai Long Haul Covid atau Post-Acute-SARS-CoV-2 (PASC) merujuk kepada adanya gejala atau gangguan kesehatan yang terkait dengan COVID-19, yang muncul atau menetap selama beberapa minggu hingga bulan setelah seorang penyintas dinyatakan sembuh dari COVID-19.
Lama dari infeksi COVID-19 dapat berbeda pada setiap penderitanya. Sebagian besar penderita umumnya sembuh setelah melalui fase akut penyakit, yang mana terjadi 3 – 4 minggu setelah penderita mengalami gejala pertama atau terkonfirmasi menderita COVID-19. Namun, sebagian penderita lainnya dapat mengalami ‘masa sakit’ yang lebih lama. Berdasarkan data yang ada, 13.3% penyintas masih mengalami gejala pada 28 hari setelah gejala pertama, 4.5% penyintas masih mengalami gejala pada 8 minggu setelah gejala pertama, dan 3% penyintas masih mengalami gejala pada lebih dari 12 minggu setelah gejala pertama.
Memang tidak semua penyintas pasti mengalami fenomena Long Covid. Berdasarkan studi-studi yang ada, para ahli meyakini bahwa semakin berat gejala yang penyintas alami pada saat terinfeksi COVID-19, semakin tinggi pula kemungkinan penyintas tersebut untuk mengalami Long Covid.
Fenomena dari Long Covid ini sendiri disinyalir dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab. Faktor yang pertama adalah adanya kerusakan organ yang secara langsung disebabkan oleh infeksi virus. Faktor yang kedua adalah adanya kerusakan organ yang disebabkan oleh adanya reaksi peradangan sebagai respon tubuh terhadap infeksi virus, yang mana juga dapat menyebabkan terjadinya thrombosis microvascular. Faktor yang ketiga adalah adanya sequel alias ‘bekas luka’ pada organ tubuh, yang memang umum terjadi pada seseorang yang pernah mengalami penyakit berat atau kritis.
Mungkin selama ini banyak yang masih beranggapan kalau COVID-19 identik dengan penyakit pernafasan, sehingga kalaupun seorang penyintas mengalami Long Covid, gejala yang akan dialaminya ‘hanyalah’ gangguan pernafasan. Nah, bagaimana fakta sebenarnya? Sesak nafas, kesulitan bernafas, ataupun gangguan pernafasan lainnya memang merupakan gejala-gejala Long Covid yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita. Hal ini disebabkan karena paru-paru dan sistem pernafasan memang merupakan salah satu dari target utama infeksi COVID-19. Tidak hanya gangguan pernafasan yang dapat dilihat secara klinis, fenomena Long Covid pada sistem pernafasan juga dapat dilihat dari adanya temuan khas COVID-19 yang menetap pada pemeriksaan paru-paru, seperti adanya fibrosis paru dan pneumonia.
Walaupun demikian, pada dasarnya reseptor ACE-2 yang akan berikatan dengan SARS-CoV-2 tidak hanya terdapat pada saluran pernafasan, melainkan, hampir seluruh organ dan sistem tubuh manusia memiliki reseptor tersebut. Hal inilah yang menyebabkan gejala COVID-19 dan fenomena Long Covid dapat terjadi pada organ dan sistem tubuh lain selain pernafasan.
Masih cukup erat dengan sistem pernafasan, sebagian dari penyintas COVID-19 juga mengeluhkan munculnya gangguan pada jantung dan sistem peredaran darah mereka. Gangguan yang dikeluhkan antara lain adalah adanya aritmia jantung, nyeri dada, dan gangguan pembekuan darah. Gangguan pada jantung dan sistem peredaran darah ini akan lebih berpotensi untuk muncul pada penyintas yang mengalami gejala berat dan kritis, atau memerlukan perawatan dengan ventilator pada saat terinfeksi COVID-19. Selain itu, para penyintas yang memang memiliki komorbid kardiovaskular juga mengeluhkan kalau penyakit mereka terasa memberat dan lebih sering kambuh setelah mereka sembuh dari COVID-19.
Gangguan kesehatan yang tak kalah banyak dikeluhkan oleh penyintas COVID-19 adalah gangguan pencernaan. Berdasarkan penelitian yang ada, memang jumlah reseptor ACE-2 pada saluran pencernaan dikatakan lebih banyak dari jumlah reseptor ACE-2 pada saluran pernafasan. Oleh karena itu, tidak hanya gangguan pencernaan umum ditemukan pada penderita dan penyintas COVID-19, keberadaan dari virus SARS-CoV-2 pun juga dikatakan dapat bertahan cukup lama pada saluran pencernaan. Berdasarkan hasil studi yang ada, dikatakan bahwa penularan SARS-CoV-2 melalui feses masih dapat terjadi hingga 28 hari setelah penderita pertama kali mengalami gejala, dan bahkan hingga 11 hari setelah swab PCR nasofaring dan orofaring penyintas menunjukkan hasil negatif.
Gangguan kesehatan lainnya yang juga dikatakan memiliki keterkaitan dengan COVID-19 adalah diabetes mellitus. Tidak dipungkiri, berdasarkan data yang ada, penderita COVID-19 yang memiliki komorbid diabetes mellitus dikatakan memang berpotensi mengalami gejala yang lebih berat dan berpotensi memiliki prognosis yang lebih buruk. Walaupun demikian, beberapa studi yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan, di mana sebagian penyintas yang sebelumnya tidak menderita diabetes mellitus, menyatakan kalau mereka mengalami peningkatan gula darah dan terdiagnosis diabetes mellitus setelah sembuh dari COVID-19.
Fenomena diabetes mellitus pada penyintas ini disinyalir terjadi akibat keberadaan reseptor ACE-2 yang berada di sel-sel pankreas, yang mana membuat sel-sel pankreas menjadi ‘target’ dari infeksi COVID-19. Kerusakan pada sel-sel pankreas itulah yang menyebabkan metabolisme gula pada penderita menjadi terganggu, sehingga penderita dan penyintas pun jadi mengalami gangguan toleransi glukosa. Fenomena ini dikatakan lebih berpotensi terjadi pada penderita dan penyintas yang memang sebelumnya telah memiliki faktor risiko untuk mengalami diabetes mellitus, misalnya, pernah memiliki gangguan toleransi glukosa, memiliki riwayat diabetes mellitus pada keluarga sedarah, atau dalam kondisi obesitas.
Fenomena Long Covid juga dirasakan berdampak pada metabolisme hormon penyintas. Sebagian penyintas wanita juga mengeluhkan adanya gangguan haid yang tidak pernah mereka alami sebelum mereka terinfeksi COVID-19. Sekitar 25% penyintas wanita mengeluhkan adanya penambahan volume haid mereka, dan 28% penyintas wanita mengeluhkan adanya perubahan pada siklus haid mereka. Selain itu, banyak juga penyintas wanita yang mengeluhkan adanya bekuan darah haid yang tidak biasa dan adanya perberatan pada pre-menstrual syndrome (PMS).
Sama seperti gangguan lainnya, gangguan haid pada penyintas ini juga disinyalir disebabkan oleh keberadaan reseptor ACE-2 pada organ genitalia wanita, seperti vagina, uterus, endometrium, ovarium, cairan folikel, oocyte, dan sel cumulus. Karena keberadaan reseptor ACE-2 itulah, organ-organ genitalia tersebut turut berpotensi menjadi target infeksi dari SARS-CoV-2.
Selain dari adanya reseptor ACE-2, kondisi stress pada penderita juga disinyalir dapat mengganggu jalur komunikasi hormon dari otak ke organ genitalia, yang mana dapat menyebabkan gangguan pada proses ovulasi. Semakin berat gejala yang diderita oleh penyintas saat terinfeksi COVID-19, semakin berpotensi dirinya mengalami gangguan haid. Walaupun demikian, berdasarkan penelitian yang ada, gangguan haid ini dikatakan tidak permanen, dan dapat membaik dan berangsur normal sekitar 1 – 2 bulan.
Gangguan kesehatan lain yang juga sering dikeluhkan oleh penyintas adalah munculnya ruam pada kulit dan adanya kerontokan rambut. Sekitar 24% dari penyintas COVID-19 mengeluhkan kalau mereka mengalami kerontokan rambut, pada 2 – 3 bulan setelah sembuh dari COVID-19. Kerontokan rambut yang terjadi pada penyintas COVID-19 ini memiliki karakteristik yang berbeda antara pria dan wanita.
Pada wanita, kerontokan rambut yang terjadi umumnya lebih mengarah ke Telogen Effluvium, di mana kerontokan rambut yang terjadi dapat bersifat tiba-tiba, terutama pada saat penyintas mencuci atau menyisir rambutnya. Kondisi ini dapat berlangsung selama 6 – 9 bulan, namun umumnya, nantinya kerontokan ini akan membaik dengan sendirinya, dan rambut akan kembali tumbuh pada bagian kepala yang sempat mengalami kerontokan.
Sementara pada pria, kerontokan yang terjadi umumnya lebih mengarah ke Alopecia Androgenik, yang mana, sayangnya, kerontokan dengan tipe ini umumnya lebih bersifat permanen. Ini artinya, kecil kemungkinan rambut akan kembali tumbuh pada bagian kepala yang sempat mengalami kerontokan, sehingga, membuat penyintas pria tersebut terlihat lebih ‘botak’ pada beberapa bagian kepala.
Gangguan pada ginjal dan sistem kemih juga turut dikeluhkan oleh sebagian dari penyintas COVID-19. Sekitar 20 – 30% dari penyintas COVID-19 yang bergejala berat dan kritis mengatakan kalau mereka terpaksa harus menjalani cuci darah pada saat dan setelah terinfeksi COVID-19. Sebagaimana yang telah kita ketahui, prosedur cuci darah merupakan salah satu pengobatan untuk menggantikan fungsi penyaringan pada ginjal, karena kerusakan pada ginjal sudah sangat berat dan kecil kemungkinan untuk dapat pulih. Keharusan penyintas untuk melakukan cuci darah tentunya tidak hanya berdampak buruk bagi kondisi kesehatannya, melainkan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup serta kemandirian dari penyintas tersebut.
Tidak hanya gangguan kesehatan secara fisik, fenomena Long Covid juga dapat menimbulkan gangguan pada psikis penyintas. Beberapa gangguan yang umum dikeluhkan di antaranya adalah gangguan kecemasan, depresi, dan post-traumatic stress disorder (PTSD). Selain itu, banyak juga penyintas yang mengeluhkan adanya fenomena brain fog, di mana mereka mengalami sekumpulan gejala neurologis berupa gangguan memori, gangguan konsentrasi, gangguan kognitif, disorientasi, dan nyeri kepala yang menetap.
Nah, ternyata fenomena Long Covid itu tidak dapat kita anggap enteng, kan?
Selama ini, sebagian dari kita mungkin masih melihat COVID-19 sebagai penyakit yang ringan, atau sebagai ‘flu biasa’. Pada kenyataannya memang, sebagian besar penderita COVID-19 ‘hanya’ akan mengalami gejala ringan atau bahkan tidak mengalami gejala apapun. Namun, yang sering kita lupa adalah, setiap penyintas COVID-19 akan memiliki kemungkinan untuk mengalami Long Covid, yang mana, sayangnya dapat mempengaruhi kondisi kesehatan serta kualitas hidup dari si penyintas untuk jangka waktu yang lama.
Potensi akan adanya Long Covid inilah yang menyebabkan penyintas COVID-19 sebenarnya masih harus memantau kondisi kesehatannya dengan cukup ketat, bahkan setelah dia dinyatakan sembuh oleh dokter. Para ahli sendiri menyarankan para penyintas untuk masih melakukan kontrol dan follow up secara rutin hingga 12 minggu setelah dinyatakan sembuh, atau bahkan lebih jika penyintas tersebut telah merasakan gangguan kesehatan yang mengarah ke fenomena Long Covid. Selain itu, bagi penyintas yang memiliki komorbid juga lebih disarankan untuk melakukan evaluasi kesehatan, serta melakukan pengobatan secara rutin dan adekuat atas penyakit komorbid yang dideritanya.
Kalau sudah begini, apa kita masih bisa meremehkan COVID-19? Yuk, diketatkan lagi protokol kesehatannya. Karena, hanya dengan usaha bersama lah, COVID-19 bisa kita kalahkan!
***
Artikel
- Pengaruh Penggunaan Proton Pump Inhibitor terhadap Gangguan Kandung Empedu
27 Jun 2024
294 kali
- Mengenal ‘Disease X’, The Future Next Pandemic?
06 May 2024
898 kali
- Vertigo dan Meniere’s Disease
02 Apr 2024
1113 kali
- Potensi dan Langkah Mitigasi Bahaya Rokok Elektrik
07 Feb 2024
996 kali
- Kebangkitan Infeksi Polio di Indonesia
23 Jan 2024
881 kali
- Mengenal COVID-19 Varian JN.1
22 Dec 2023
3541 kali
- Lonjakan Kasus COVID-19 di Akhir Tahun 2023
20 Dec 2023
3554 kali
- Potret Wabah ‘Pneumonia Misterius’ di Indonesia dan Dunia
07 Dec 2023
4108 kali
- Infeksi HPV, Kanker Cervix, dan Metode Pencegahannya
04 Dec 2023
3921 kali
- Perspektif Kepemilikan Asuransi Penyakit Kritis bagi Kelompok Usia Muda
21 Nov 2023
3996 kali
- Kemunculan Kasus Mpox Kedua: Apakah Berpotensi Menjadi Epidemi Baru di Indonesia?
30 Oct 2023
3177 kali
- Underweight dan Bahaya Kesehatan di Baliknya
10 Oct 2023
2716 kali
- Penggunaan Air Purifier: Apakah Merupakan Solusi Efektif untuk Mengatasi Gangguan Pernapasan akibat Kualitas Udara Buruk?
03 Oct 2023
2444 kali
- Fenomena Peningkatan Insidensi HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga
12 Jun 2023
9259 kali
- Marburg Virus Disease
24 May 2023
5776 kali
- Sudden Sensorineural Hearing Loss
26 Apr 2023
8668 kali
- Tuberculosis pada Anak
10 Apr 2023
9602 kali
- Flu Burung Clade 2.3.4.4b
28 Mar 2023
10569 kali
- Penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Operasional Industri Perasuransian Nasional
20 Feb 2023
15034 kali
- Memahami Fenomena Bonus Demografi dan Pengaruhnya pada Industri Asuransi Jiwa
26 Jan 2023
18378 kali
- Vaksin Inavac
12 Jan 2023
15911 kali
- Stroke Batang Otak
06 Jan 2023
18507 kali
- Ada Apa dengan China?
28 Dec 2022
11484 kali
- Gonorrhea Superbug
21 Dec 2022
11231 kali
- Crimean-Congo Hemorrhagic Fever
14 Dec 2022
6175 kali
- Vaksin IndoVac
29 Nov 2022
5581 kali
- Cedera Sambaran Petir
24 Nov 2022
4290 kali
- Emboli Paru dan Tragedi Perayaan Halloween di Itaewon
11 Nov 2022
4303 kali
- Covid Subvarian XBB dan XBC
03 Nov 2022
3623 kali
- Fenomena Resistensi Antibiotik dan Infeksi Superbug
26 Oct 2022
4169 kali
- Telaah Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak
18 Oct 2022
5509 kali
- Penggunaan Kendaraan Listrik dari Perspektif Kesehatan dan Lingkungan
04 Oct 2022
7104 kali
- Zero Covid Policy
22 Sep 2022
5051 kali
- Fenomena Antibody Dependent Enhancement (ADE) pada Sistem Imun
31 Aug 2022
4678 kali
- Mengenal Batuk Berdarah
22 Aug 2022
8043 kali
- Mengenal Virus Langya dan Potensi Emerging Disease
12 Aug 2022
2247 kali
- Long Covid dalam Perspektif Asuransi Jiwa dan Kesehatan
05 Aug 2022
2519 kali
- Covid Centaurus
26 Jul 2022
2503 kali
- Menyikapi Penghapusan Ketentuan Waiting Period pada SEOJK PAYDI
11 Jul 2022
4209 kali
- Telaah Ganja Medis sebagai Alternatif Pengobatan
07 Jul 2022
3740 kali
- Ada Apa dengan BA.4 dan BA.5?
24 Jun 2022
2017 kali
- Ramsay-Hunt Syndrome
20 Jun 2022
2421 kali
- Keterkaitan Asma dengan GERD
10 Jun 2022
4354 kali
- Penyakit Virus Hendra
03 Jun 2022
2543 kali
- Mengenal Cacar Monyet
26 May 2022
2084 kali
- Keterkaitan Infeksi Covid dengan Hepatitis Misterius
19 May 2022
2273 kali
- Hepatitis Misterius
19 May 2022
2289 kali
- Serba-Serbi Sakit Pinggang
11 May 2022
4463 kali
- Evidence Based Medicine
22 Apr 2022
16279 kali
- Mewaspadai Potensi Penyakit Ginjal pada Penyintas Covid
07 Apr 2022
2650 kali
- Penyakit Tipes, Penyakit Masyarakat Indonesia
31 Mar 2022
4533 kali
- Menilik Kesiapan Indonesia vs Negara Tetangga Dalam Melangkah Ke Status Endemi
29 Mar 2022
2315 kali
- Riwayat Pandemi Flu Spanyol 1918
16 Mar 2022
6701 kali
- Son of Omricon
09 Mar 2022
2228 kali
- Vaksin Zifivax
22 Feb 2022
6247 kali
- Bahaya Strobo Bagi Kesehatan
15 Feb 2022
3223 kali
- Flurona, Infeksi Apakah Itu?
02 Feb 2022
2034 kali
- Pentingnya Warna Urine Sebagai Indikator Kesehatan
25 Jan 2022
33416 kali
- Spinal Cord Injury
17 Jan 2022
11203 kali
- Mengenal Gerd
03 Jan 2022
4937 kali
- Tentang Varian Omicron
10 Dec 2021
2829 kali
- Mengenal Nyeri Dada
06 Dec 2021
4171 kali
- Mengenal Insomnia dan Sleep Deprivation
29 Nov 2021
11275 kali
- Mental Health Awareness Di Lingkungan Kerja
23 Nov 2021
7477 kali
- Dampak Kemunculan Virus Covid Subvarian Delta Plus
12 Nov 2021
2667 kali
- Pemberian Vaksin Pfizer Pada Anak
29 Oct 2021
3340 kali
- Risiko Myokarditis Pada Penerima Vaksin MRNA
19 Oct 2021
6742 kali
- Pengajuan Asuransi Jiwa dan Kesehatan Bagi Penyintas Covid
06 Oct 2021
2405 kali
- Tentang Varian MU
28 Sep 2021
2636 kali
- Tentang Vaksin Sputnik-V
15 Sep 2021
3752 kali
- Badai Sitokin pada Penderita Covid
01 Sep 2021
9019 kali
- Vaksin Moderna Di Indonesia
25 Aug 2021
5578 kali
- Amunisi Pandemi Anak Bangsa
09 Aug 2021
3005 kali
- Pemberian Dosis Booster pada Program Vaksinasi Covid di Indonesia
05 Aug 2021
3526 kali
- Telaah Penggunaan Azithromycin dalam Pengobatan COVID-19
28 Jul 2021
10250 kali
- Peranan Vitamin D dalam Imunitas
23 Jul 2021
6709 kali
- Polemik Ivermectin dalam Pengobatan COVID-19
14 Jul 2021
4029 kali
- Peningkatan Kasus COVID-19 pada Anak di Indonesia
28 Jun 2021
3036 kali
- Peranan Varian Mutasi dalam Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia
18 Jun 2021
2982 kali
- Wacana Sekolah Tatap Muka di Tengah Pandemi COVID-19
14 Jun 2021
7859 kali
- Infeksi Jamur Hitam pada Penderita COVID-19
10 Jun 2021
4194 kali
- Program Vaksinasi Gotong Royong
09 Jun 2021
3432 kali
- Faedah Pemberian Terapi Plasma Konvalesen bagi Penderita COVID-19
04 Jun 2021
4083 kali
- Mengenal Varian P1 dari SARS-CoV-2
30 Apr 2021
3328 kali
- Vaksin COVID-19 untuk Ibu Hamil
19 Apr 2021
3581 kali
- Mengenal Varian Trégor
16 Apr 2021
2673 kali
- Multisystem Inflammatory Syndrome In Children (Mis-C)
24 Mar 2021
12788 kali
- Polemik Vaksin Astrazeneca
19 Mar 2021
5486 kali
- Tentang Varian Mutasi B 117 Yang hadir di Indonesia
15 Mar 2021
2655 kali
- Pengembangan Vaksin Covid-19 Di Indonesia
26 Feb 2021
4541 kali
- Rekomendasi Terbaru Kemenkes Untuk Vaksinasi Covid-19
18 Feb 2021
4996 kali
- Proses Pengelolaan Masker Medis Bekas Pakai
15 Feb 2021
3801 kali
- Pandemic Fatigue
11 Feb 2021
2841 kali
- TELAAH IMUNITAS DALAM DISIPLIN ILMU PSIKONEUROIMUNOLOGI
01 Feb 2021
6377 kali
- Fakta-Fakta Terkait Kejadian Kematian Penerima Vaksin Pfizer
22 Jan 2021
3936 kali
- Kesiapan Edar Vaksin Sinovac di Indonesia
15 Jan 2021
3718 kali
- ISOLASI MANDIRI PADA COVID-19
08 Jan 2021
3835 kali
- Mengenal Mutasi VUI-202012/01
04 Jan 2021
2745 kali
- Delirium pada Penderita COVID-19
23 Dec 2020
5710 kali
- Wacana Dimulainya Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka Kembali
23 Dec 2020
2992 kali
- Gangguan Pencernaan Pada Kasus Covid-19
22 Dec 2020
6041 kali
- Potensi Terjadinya Cross-Reactive-Immunity Terhadap Individu Yang Belum Terekspos Sars-Cov-2
21 Dec 2020
3770 kali
- Get to Know The Pfizer Vaccine
27 Nov 2020
7274 kali
- Chloroquine in Covid-19 Treatment
20 Nov 2020
4034 kali
- Domination of Office Clusters on The COVID-19 Pandemic
20 Nov 2020
3174 kali
- In-Flight Risks of Covid-19 Transmission
17 Nov 2020
2975 kali
- ANTIBODY DEPENDENT ENHANCEMENT
02 Nov 2020
9880 kali
- About The Herd Immunity
24 Jul 2020
3820 kali
- Could COVID-19 occur in animals?
20 Jul 2020
3360 kali
- Virus Flu Babi G4 EA H1N1, Akankan Menjadi Pandemi Baru Di Tahun Ini ?
03 Jul 2020
4147 kali
- Penggunaan Masker Dalam Kehidupan ‘Normal Baru’
26 Jun 2020
3463 kali
- A Flashback of Handling COVID-19 in Indonesia
28 May 2020
2854 kali
- COVID-19 dan Penyakit Kardiovaskular
11 May 2020
3392 kali
- Proses Pembuatan Vaksin
05 May 2020
76304 kali
- COVID-19 dan Demam Dengue
28 Apr 2020
3520 kali
- Mitos dan Fakta tentang COVID-19
23 Mar 2020
3594 kali
- Menangani Gigitan Ular
02 Mar 2020
6856 kali
- Mengenal GERD
24 Feb 2020
7117 kali
- Serba-Serbi Jamu
17 Feb 2020
3736 kali
- Mengoptimalkan Kekebalan Tubuh
10 Feb 2020
2750 kali
- 2019 - Novel Coronavirus
28 Jan 2020
3693 kali
- Vegan vs Vegetarian
20 Jan 2020
4130 kali
- Banjir, Penyakit Pes, dan Leptospirosis
13 Jan 2020
9367 kali
- Serba-Serbi Vitamin D
06 Jan 2020
3009 kali
- Hyperventilation Syndrome
30 Dec 2019
23129 kali
- Pentingnya Kalsium untuk Tubuh
26 Dec 2019
7253 kali
- Serba-Serbi Keluarga Berencana
17 Dec 2019
6561 kali
- Chronic Fatigue Syndrome
09 Dec 2019
7957 kali
- Hipnosis dan Diet Hipnoterapi
03 Dec 2019
6570 kali
- Manfaat Ikan Salmon
25 Nov 2019
7538 kali
- Ulkus Lambung
18 Nov 2019
15607 kali
- Sifilis
12 Nov 2019
19589 kali
- Mengkonsumsi Vitamin C
05 Nov 2019
6274 kali
- Skizofrenia
28 Oct 2019
7477 kali
- Overdosis Kafein
21 Oct 2019
3042 kali
- Bahaya Mengkonsumsi Makanan dan Minuman Panas
16 Oct 2019
15319 kali
- Peran Kolesterol bagi Kesehatan Tubuh
27 Aug 2019
7931 kali
- Penyebab Bau Badan
14 Aug 2019
4720 kali
- Social Drinker
05 Aug 2019
16467 kali
- Mengenal Kandung Empedu
30 Jul 2019
57309 kali
- Nutrisi untuk Rambut
15 Jul 2019
2682 kali
- Mengenal Rambut
08 Jul 2019
46630 kali
- Apakah Menguap Itu Selalu Pertanda Mengantuk
01 Jul 2019
7860 kali
- Serba Serbi Warna Ingus
28 Jun 2019
21553 kali
- Mengenal Cacar Monyet
21 May 2019
4533 kali
- Manfaat Berpuasa bagi Kesehatan
06 May 2019
2851 kali
- Mengapa Garam Dapat Menyebabkan Tekanan Darah Meningkat?
29 Apr 2019
27630 kali
- Mengapa Kita Mengalami Cegukan?
22 Apr 2019
10828 kali
- Manfaat Bawang Putih
15 Apr 2019
8453 kali
- Mau tidur siang? Ternyata ada aturannya, lho!
26 Mar 2019
8047 kali
- Extrapulmonary Tuberculosis
18 Mar 2019
11195 kali
- Manfaat Zat Besi untuk Tubuh
14 Mar 2019
7457 kali
- Hipertensi pada Anak
06 Mar 2019
26109 kali
- Gangguan Psikosomatis
04 Mar 2019
10779 kali
- Pentingnya Tidur Untuk Kesehatan
18 Feb 2019
7677 kali
- Waspada Demam Berdarah Dengue (DBD)!
12 Feb 2019
8857 kali
- Fungsi Usus Buntu
04 Feb 2019
16068 kali
- Serba-serbi Tonsil
28 Jan 2019
33166 kali
- Protein dan Asam Amino
21 Jan 2019
79240 kali
- Mengenal IQOS
14 Jan 2019
35632 kali
- Mengenal Diet Keto
07 Jan 2019
8485 kali
- Serba-Serbi Kurang Tidur
31 Dec 2018
4662 kali
- Kolesterol yang Terlalu Rendah
26 Dec 2018
3665 kali
- Ada Apa dengan Nasi?
26 Dec 2018
4654 kali
- Benarkah Vape Tidak Berbahaya?
11 Dec 2018
6352 kali
- Efusi Pleura
12 Nov 2018
18326 kali
- Pneumonia
06 Nov 2018
8189 kali
- Encephalitis
29 Oct 2018
6613 kali
- Meningitis
22 Oct 2018
8530 kali
- Imunisasi Rotavirus
15 Oct 2018
15060 kali
- Prostatitis
11 Jul 2018
7792 kali
- Cystitis
02 Jul 2018
14401 kali
- Tahan Banting Selama Puasa
04 Jun 2018
3704 kali
- Vaksin untuk anak : Iya atau Tidak?
21 May 2018
3631 kali
- Vaksin Cacar Air, Penting atau Tidak ?
30 Apr 2018
15457 kali
- Eclampsia
23 Apr 2018
4481 kali
- Chikungunya
12 Mar 2018
12286 kali
- Rubeola
05 Mar 2018
12416 kali
- Benign Prostatic Hyperplasia
05 Feb 2018
8508 kali
- Transplantasi Liver
06 Mar 2017
7309 kali
- Diet sehat itu seperti apa?
06 Mar 2017
4983 kali
- Sirosis Hati
06 Mar 2017
17507 kali
- Pre-Diabetes, akankah menjadi Diabetes?
06 Mar 2017
9819 kali
- Pancreatic Cancer
03 Mar 2017
7529 kali
- Kanker Lambung
03 Mar 2017
10646 kali
- HFMD
02 Mar 2017
9358 kali
- Cholelithiasis
02 Mar 2017
61584 kali
- Alcohol-Related Liver Disease
02 Mar 2017
6301 kali
- Rokok Elektronik: Penolong dari Ketergantungan atau Alternatif Baru Merokok?
10 Dec 2016
6389 kali