06 January 2025
134
Life Reinsurance
Lonjakan Kasus Pertussis di Singapore: Akankan Menjadi Wabah Baru di Indonesia?
Dengan berakhirnya masa liburan, tentunya banyak masyarakat Indonesia yang telah telah kembali beraktifitas setelah untuk berwisata, baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri. Meskipun periode libur dan wisata selalu menjadi hal yang menyenangkan, tetap saja kita harus mewaspadai dampak yang berpotensi muncul darinya, salah satunya adalah tertular suatu penyakit.
Salah satu himbauan Kesehatan yang muncul berasal dari Prof. Ari Fahrial Syam selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Prof. Ari menghimbau agar masyarakat Indonesia yang baru pulang berpergian dari Singapore untuk mewaspadai potensi tertular penyakit Batuk Rejan. Apakah sebenarnya penyakit Batuk Rejan itu, dan apa saja tindakan pencegahan yang dapat kita lakukan untuk menghindari tertular penyakit Batuk Rejan?
Batuk Rejan atau yang juga akrab dikenal sebagai Pertussis merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordella pertussis. Penyakit ini cukup khas dengan gejala batuk yang terus menerus. Selain itu, umumnya penyakit Batuk Rejan juga sering diawali dengan bunyi tarikan napas panjang melengking khas yang terdengar mirip ‘whoop’. Oleh karena itu, penyakit ini juga dikenal sebagai Whooping Cough.
Perjalanan penyakit dimulai ketika bakteri Bordetella pertussis masuk ke dalam tubuh penderita, lalu melepaskan racun dan menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan. Sebagai reaksi terhadap adanya peradangan, tubuh penderita akan meningkatkan produksi lendir untuk menangkap bakteri. Selanjutnya, tubuh akan mencoba untuk mengeluarkan dahak melalui reaksi batuk. Sayangnya, dalam upaya mengeluarkan lender, penderita akan mengalami batuk-batuk yang berat dan sering. Sering kali penderita secara refleks menarik napas panjang dan cepat sehingga timbul bunyi lengkingan (whooping) yang menjadi gejala khas dari penyakit Batuk Rejan.
Sebagaimana penyakit infeksi lainnya, penyakit Batuk Rejan juga memiliki masa inkubasi. Umumnya, gejala akan muncul pada 5 – 10 hari setelah penderita terpapar bakteri Bordetella pertussis. Adapun dalam perjalanannya, penyakit Batuk Rejan akan melalui beberapa fase, yaitu:
Fase Awal (Catarrhal)
Pada fase ini, gejala Batuk Rejan dapat berlangsung selama 1 – 2 minggu dan gejala yang muncul umumnya mirip dengan gejala Influenza atau batuk pilek biasa, seperti batuk ringan, bersin-bersin, hidung tersumbat, mata merah dan berair, serta demam. Meskipun terlihat ringan, pada dasarnya di fase ini penderita sudah cukup infeksius alias dapat menularkan penyakitnya ke orang lain melalui percikan ludah (droplet) saat batuk atau bersin.
Fase Lanjut (Paroxysmal)
Pada fase ini, penderita Batuk Rejan mulai mengalami perburukan gejala seperti batuk yang lebih keras dan disertai dengan bunyi ‘whoop’ saat menarik napas, kesulitan bernapas terutama saat batuk, muntah saat batuk, serta lelah karena batuk terus menerus. Pada fase ini, batuk penderita dapat terlihat sangat memburuk di mana durasi batuk dapat berlangsung hingga lebih dari satu menit dan batuk dapat memburuk pada malam hari. Fase ini dapat berlangsung hingga 1 – 6 minggu.
Fase Pemulihan (Convalescent)
Pada fase ini, gejala dapat terlihat membaik secara bertahap dan penderita tampak berangsur-angsur pulih. Umumnya, fase pemulihan ini dapat berlangsung selama 2 – 3 minggu sampai penderita benar-benar membaik. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa penyakit Batuk Rejan dapat kembali kambuh apabila penderita kembali terpapar bakteri yang sama.
Dikarenakan durasi dan fase dari penyakit Batuk Rejan cukup panjang, di Indonesia Batuk Rejan juga dikenal sebagai ‘Batuk 100 Hari’. Semua orang dapat terinfeksi Batuk Rejan, tetapi risiko terkena penyakit ini lebih tinggi pada beberapa kelompok seperti bayi (anak berusia < 1 tahun), lansia (dewasa berusia > 65 tahun), wanita hamil, orang dengan riwayat asma, orang yang belum pernah melakukan Vaksinasi Pertussis, orang yang tinggal atau berkunjung ke daerah dengan Wabah Batuk Rejan, serta orang yang berkontak dengan penderita Batuk Rejan.
Untuk menegakkan diagnosis Batuk Rejan, dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh, mulai dari anamnesa (penggalian gejala dan riwayat), pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sampel lendir dari hidung atau tenggorokan (untuk melihat apakah dahak pasien mengandung bakteri Bordetella pertussis), pemeriksaan darah (untuk melihat peningkatan leukosit selaku penanda infeksi), serta pemeriksaan Rontgen Dada (untuk melihat kondisi paru-paru).
Pengobatan untuk Batuk Rejan bergantung pada gejala dan tingkat keparahan penyakit, namun pengobatan umum untuk kondisi ini adalah terapi antibiotik. Pemberian antibiotik sesegera mungkin setelah terdiagnosis dapat mengurangi keparahan gejala, mempercepat pemulihan, dan mencegah penularan penyakit ke orang lain. Bila diperlukan, dokter juga dapat meresepkan antibiotik untuk anggota keluarga yang tinggal serumah. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pengobatan antibiotik paling efektif diberikan selama 2 – 3 minggu pertama infeksi atau sebelum batuk dimulai. Sayangnya, pengobatan seringkali terlambat diberikan, atau diberikan setelah gejala memberat.
Selain mengonsumsi antibiotik, penderita juga dianjurkan untuk melakukan perawatan supportive di rumah guna mempercepat penyembuhan, seperti memperbanyak istirahat, mencukupi kebutuhan cairan, menghindari paparan debu, asap, atau alergen lainnya, menggunakan pelembab ruangan (diffuser), menjaga kebersihan tubuh, serta menggunakan masker untuk mencegah penularan penyakit.
Selain itu, penderita juga boleh mengkonsumsi obat demam atau pereda nyeri untuk meredakan gejala yang ada. Namun, sebaiknya penderita tetap mengkonsultasikan penggunaan obat tambahan ini, terutama apabila obat akan diberikan kepada anak atau lansia.
Meskipun umumnya tidak menimbulkan gejala yang sangat berat, penyakit Batuk Rejan juga terkadang menimbulkan beberapa komplikasi seperti pneumonia, hernia abdominalis, infeksi telinga, atau kejang. Oleh karena itu, pada kasus yang berat, dengan komplikasi, serta pada bayi atau lansia, dokter dapat merekomendasikan perawatan inap di rumah sakit agar penderita bisa mendapatkan pengobatan serta monitoring yang adekuat.
Nah, teman-teman sudah lebih memahami apa itu penyakit Batuk Rejan, kan? Kalau begitu, mari kita masuk ke bagian pencegahan dari penyakit Batuk Rejan.
Salah satu metode pencegahan terbaik adalah dengan mendapatkan Vaksinasi Pertussis yang dapat diberikan bersamaan dengan Vaksin Difteri, Tetanus, dan Polio (Vaksinasi DTP). Imunisasi dasar untuk DTP diberikan pada bayi usia 2, 3, dan 4 bulan. Namun, jika ada beberapa faktor yang menyebabkan bayi tidak bisa melakukan imunisasi, orang tua disarankan untuk membawa anak untuk melakukan imunisasi kejaran (catch up) sesuai jadwal yang diberikan oleh dokter.
Selanjutnya, anak juga disarankan melakukan imunisasi lanjutan (booster) agar manfaatnya lebih optimal. Imunisasi ini dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10 – 12 tahun, dan 18 tahun. Imunisasi booster juga dianjurkan untuk diulangi tiap 10 tahun sekali. Ibu hamil juga direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi booster di usia kehamilan 27 – 36 minggu. Vaksinasi Pertussis saat hamil bisa melindungi bayi terserang Batuk Rejan pada minggu-minggu awal kelahirannya.
Selain itu, upaya pencegahan yang tak kalah penting adalah dengan menjaga kesehatan dan kebersihan diri. Kenakan selalu masker saat rekan-rekan di sekitarmu sedang menderita batuk, dan jangan lupa untuk selalu mencuci tangan setelah menyentuh barang-barang di tempat umum.
Stay safe and healthy, semuanya!