11 November 2022 4660
Life Reinsurance

Emboli Paru dan Tragedi Perayaan Halloween di Itaewon

Masih segar di ingatan kita tragedi yang terjadi pada Perayaan Halloween di Itaewon, Seoul, Korea Selatan pada hari Sabtu 29 Oktober 2022 lalu. Tragedi yang menewaskan 156 korban jiwa tersebut konon terjadi akibat terpenuhinya area Itaewon oleh lebih dari 100,000 orang yang merupakan warga lokal maupun warga asing. Dalam dokumentasi yang beredar di berbagai media serta berdasarkan pernyataan dari para saksi, disebutkan bahwa para korban mengalami sesak nafas, muntah darah, dan mengalami kemunculan memar ungu kebiruan pada tubuhnya sebelum meninggal dunia. Berdasarkan pengamatan beberapa ahli kesehatan, salah satu kondisi yang diduga kuat menjadi penyebab dari tewasnya para korban tersebut adalah emboli paru.

Apakah yang dimaksud dengan emboli paru, dan bagaimana para korban Perayaan Halloween di Itaewon dapat mengalami kondisi tersebut?

Emboli paru pada dasarnya merupakan bagian dari Venous Thromboembolic Syndrome, yang pada prosesnya melibatkan terjadinya pembentukan thrombus (gumpalan darah) pada pembuluh darah vena. Thrombus yang terbentuk kemudian lepas dari asalnya, dan terbawa aliran darah hingga bermuara ke suatu pembuluh darah, organ, atau bagian tubuh lainnya. Proses akut pada emboli paru sendiri ditandai dengan adanya thrombus pada Arteri Pulmonalis, yang mana arteri ini bertugas membawa darah dari jantung ke paru-paru. Sumbatan pada Arteri Pulmonalis menyebabkan penurunan supply oksigen pada jaringan paru-paru, dan pada akhirnya menyebabkan kematian pada jaringan paru-paru.

Pada sebagian besar kasus, emboli paru disebabkan oleh kondisi yang dinamakan Deep Vein Thrombosis (DVT), yakni, terbentuknya thrombus pada pembuluh vena dalam di area panggul, tungkai, atau kaki. Pembentukan thrombus tersebut disinyalir dapat disebabkan oleh adanya kerusakan di pembuluh darah vena, terjadinya gangguan aliran darah di pembuluh darah vena, atau kondisi hiperkoagulabilitas.
Berdasarkan European Society of Cardiology, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya pembentukan thrombus. Faktor risiko yang pertama adalah rendahnya tingkat aktivitas fisik, di mana, minimnya aktivitas fisik dapat menyebabkan peredaran darah menjadi tidak lancar, dan darah berkumpul di bagian bawah tubuh, terutama area tungkai dan kaki. Hal ini sering terjadi pada orang yang mengalami imobilitas dalam jangka waktu panjang, misalnya pada pasien stroke, pasien pasca operasi yang menjalani bed rest, atau orang yang berpergian jarak jauh menggunakan pesawat terbang, kereta, atau mobil.

Faktor risiko yang kedua adalah terjadinya kerusakan pada lapisan pembuluh darah, yang dapat disebabkan oleh cedera seperti patah tulang atau kerusakan otot yang berat. Kerusakan lapisan pembuluh darah tersebut dapat menciptakan thrombus, serta menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah.

Faktor risiko yang ketiga adalah adanya kelainan pembekuan darah (koagulabilitas), di mana seseorang memang memiliki risiko untuk mengalami penggumpalan darah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emboli paru. Beberapa kelompok yang berisiko untuk mengalami kelainan pembekuan darah di antaranya adalah penderita kanker dan penderita gagal jantung.

Faktor risiko keempat adalah riwayat infeksi, terutama infeksi yang bersifat sistemik seperti Covid. Infeksi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 ini dapat menimbulkan peradangan dan meningkatkan risiko pembentukan thrombus. Risiko ini harus menjadi perhatian, baik bagi penderita Covid maupun penyintas Covid.

Selain keempat faktor risiko tersebut, masih terdapat beberapa faktor risiko lainnya yang dapat memicu terjadinya pembentukan thrombus, di antaranya adalah usia lanjut (di atas 60 tahun), obesitas, riwayat stroke, penderita autoimmune, riwayat patah tulang tungkai, riwayat operasi penggantian sendi pinggang atau lutut, riwayat serangan jantung dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, cedera pada persarafan tulang belakang, perokok, wanita hamil, serta orang yang sedang mengkonsumsi pil KB atau menjalani terapi hormonal.
Bagaimana tampakan gejala yang muncul pada penderita emboli paru?

Telah disebutkan sebelumnya bahwa para korban Perayaan Halloween di Itaewon mengalami beberapa gejala serupa seperti sesak nafas, muntah darah, dan memar ungu kebiruan pada tubuh sebelum meninggal dunia. Gejala-gejala tersebut memang cukup khas dengan emboli paru, di mana terjadi gangguan pernafasan berat dan penurunan supply oksigen pada organ dan bagian tubuh, yang menyebabkan kematian jaringan organ serta gagal fungsi organ. Meskipun demikian, pada dasarnya gejala emboli paru dapat bervariatif tergantung dari seberapa luas paru-paru yang terdampak.

Gejala yang terjadi pada sebagian besar kasus emboli paru tentunya adalah gangguan pernafasan, misalnya, sesak nafas yang muncul secara tiba-tiba, nyeri saat menarik nafas (pleuritic pain), batuk berdahak, atau batuk berdarah. Selain gangguan pernafasan, penderita emboli paru juga dapat mengalami gejala non-pernafasan, seperti nyeri dada yang menjalar ke rahang, leher, bahu, dan lengan, pusing, kehilangan kesadaran, pembengkakan dan nyeri pada tungkai dan kaki, aritmia jantung, sianosis pada bibir dan jari, nyeri punggung, serta keringat berlebih.

Apabila mengalami gejala-gejala tersebut, terlebih jika kita juga memiliki faktor risiko yang dapat meningkatkan potensi kita untuk mengalami emboli paru, kita harus segera memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat. Dalam proses penegakkan diagnosis, dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan imaging.

Untuk pemeriksaan darah, dokter biasanya melakukan pemeriksaan D-dimer yang merupakan protein yang terbentuk dalam darah pada saat terjadi pembentukan thrombus. Ketika tubuh mengalami cedera dan perdarahan, tubuh menggunakan protein untuk dapat menggumpalkan darah dan mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. Setelah perdarahan berhenti, tubuh mengirimkan protein lainnya guna memecah gumpalan darah secara perlahan. Saat gumpalan darah tersebut tidak kunjung pecah, saat itulah terjadi peningkatan kadar D-dimer, di mana kadar D-dimer normal seharusnya berada di angka kurang dari 500 ng/mL. Tingginya kadar D-dimer ini dapat mengindikasikan keberadaan thrombus di paru-paru maupun pembuluh darah vena kaki atau panggul.

Untuk pemeriksaan imaging, dokter biasanya melakukan pemeriksaan Computerized Tomography Pulmonary Angiography (CTPA) dan Ventilation-Perfusion Scan, untuk mengevaluasi struktur organ tubuh, termasuk di antaranya aliran udara dan darah yang mengalir dari dan ke paru-paru. Penurunan aliran udara dan darah dapat mengindikasikan adanya penyumbatan pada suatu pembuluh darah, khususnya pembuluh darah yang mengalirkan darah dari dan menuju paru-paru.

Bagaimana cara kita untuk mengatasi kondisi emboli paru?

Penanganan utama emboli paru dilakukan dengan pemberian obat anti-koagulan. Obat ini diberikan untuk mencegah pembesaran ukuran thrombus dengan cara melakukan absorbsi secara bertahap pada thrombus tersebut. Selain itu, pemberian anti-koagulan juga dapat mencegah terjadinya pembentukan thrombus lainnya di kemudian hari.

Selain pemberian obat anti-koagulan, pemberian obat thrombolytic juga dapat digunakan dengan tujuan pemecahan thrombus. Pengobatan ini diharapkan dapat mencegah terjadinya penyempitan pembuluh darah akibat keberadaan thrombus.

Selain dengan pemberian obat-obatan, penanganan pada thrombus juga dapat dilakukan dengan evakuasi/pengangkatan atau pemecahan thrombus. Tindakan tersebut dikenal sebagai Pulmonary Embolectomy, dan tindakan ini diperuntukkan bagi penanganan thrombus masif atau submasif yang tidak mengalami perbaikan setelah pemberian obat-obatan. Pulmonary Embolectomy merupakan salah satu tindakan gawat darurat, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kematian jaringan, yang merupakan komplikasi dari terjadinya gangguan pada peredaran darah. Pulmonary Embolectomy sendiri dapat dilakukan melalui beberapa teknik, di antaranya Open-surgery Embolectomy, Balloon Embolectomy, dan Aspiration Embolectomy.

Selain melakukan penanganan terhadap thrombus, penanganan emboli paru juga ditujukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus emboli paru di antaranya adalah penumpukan cairan pada selaput paru (efusi pleura) dan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru (hipertensi pulmonal).

Apakah kita dapat mencegah terjadinya emboli paru?

Sebagaimana upaya pencegahan untuk penyakit lainnya, emboli paru dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya faktor-faktor risiko yang dapat memicu pembentukan thrombus, misalnya obesitas, penyakit jantung, dan stroke. Beberapa pola hidup sehat yang dapat diterapkan adalah mengkonsumsi makanan sehat dan bernutrisi seimbang, memastikan kecukupan cairan tubuh, rutin beraktivitas fisik dan meningkatkan mobilitas, serta berhenti merokok.

Pada kelompok yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami DVT atau pembentukan thrombus, sangat disarankan untuk melakukan beberapa tindakan antisipatif seperti menaikkan posisi tungkai dan kaki pada saat tidur malam, melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kapasitas fisik, dan menggunakan compressive stocking. Tindakan antisipatif tersebut dimaksudkan agar peredaran darah dari dan menuju jantung tetap lancar, sehingga pembentukan thrombus dapat dicegah.

Kembali kepada para korban Perayaan Halloween di Itaewon…

Para korban Itaewon diduga mengalami emboli paru lantaran terjadinya situasi berdesak-desakan pada saat keramaian di Perayaan Halloween. Di saat tidak terdapat cukup ruang gerak, rongga dada menjadi tertekan dan terjadi penurunan pada volume paru-paru. Hal tersebut mengakibatkan pembuluh darah paru menjadi turut tertekan.

Selain tampakan fisik dari para korban, emboli paru juga diduga kuat menjadi penyebab kematian dari para korban lantaran terpenuhinya setidaknya satu dari tiga kondisi pada Virchow’s Triad yang merupakan kriteria diagnosis dari DVT, yaitu kondisi statis. Adapun ketiga kriteria dari Virchow’s Triad tersebut adalah adanya faktor endothel, statis, dan hiperkoagulabilitas. Faktor endothel di sini merupakan kondisi pembuluh darah yang mendukung terbentuknya thrombus, seperti kecil atau mengecilnya rasio permukaan sel-sel endotel terhadap volume darah untuk mendukung aktivitas prokoagulasi yang diperantarai oleh Faktor VIII, Von Willebrand, Faktor VII, dan Prothrombin.
Faktor statis di sini merupakan kondisi yang menyebabkan terjadinya perlambatan atau obstruksi aliran vena, khususnya pada tungkai dan kaki. Statis vena menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas darah dan pembentukan micro-thrombus yang dapat membesar dan berpropagasi.

Faktor hiperkoagulabilitas di sini mengarah pada kondisi lingkungan mikro yang ‘hyper-coagulable’, yang mana dapat disebabkan oleh kondisi klinis pasien atau perlambatan aliran darah yang menyebabkan terjadinya penurunan protein anti-thrombotic, dengan disertai adanya peningkatan ekspresi prokoagulan yang meningkat, terutama P-selectin, yang bertugas untuk menarik sel-sel imun yang membawa tissue factor ke endothel.

Nah, jadi teman-teman, penting bagi kita untuk mengingat untuk selalu melindungi rongga dada kita pada saat berada di tengah keramaian. Ingatlah kalau pada rongga dada kita, terdapat dua organ tubuh yang sangat penting, yaitu jantung dan paru-paru. Pada saat berada di keramaian –misalnya di konser musik, pawai, atau perayaan tertentu-, tetap jagalah jarak aman sehingga setidaknya rongga dada kita tidak terhimpit atau tertekan. Meskipun demikian, tentunya akan lebih baik jika kita mencegah diri kita untuk tidak terjebak di dalam kondisi keramaian dan berdesakan, yaa.

Stay safe and healthy, semuanya!
 
***

Sumber artikel:
https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20221101141639-33-384205/dokter-ungkap-kemungkinan-pemicu-155-orang-tewas-di-itaewon
https://www.alodokter.com/emboli-paru
https://pjnhk.go.id/artikel/kenali-emboli-paru-lebih-dini-penyakit-yang-dapat-dcegah
https://www.klikdokter.com/penyakit/masalah-pernapasan/emboli-paru
https://www.halodoc.com/kesehatan/emboli-paru
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/642/emboli-paru
https://www.docdoc.com/id/info/procedure/pulmonary-embolectomy
 

Author

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id