18 March 2019 12439

Extrapulmonary Tuberculosis

Tuberculosis atau yang biasa disebut sebagai TBC atau TB, mungkin sudah tidak asing di telinga kita. Tuberculosis selama ini lekat dengan image infeksi kronis yang terjadi pada paru-paru. Namun, tahu kah kalian, kalau ternyata infeksi tuberculosis tidak hanya dapat menyerang paru-paru?

Infeksi tuberculosis yang menyerang organ di luar paru-paru dikenal sebagai extrapulmonary tuberculosis. Kondisi ini terjadi pada 10 – 25% dari seluruh kasus tuberculosis. Risiko terjadinya extrapulmonary tuberculosis meningkat pada orang dengan imunitas tubuh yang kurang baik, misalnya anak-anak, lansia, penderita penyakit autoimmune dan penderita HIV-AIDS. Hal tersebut terjadi karena imunitas tubuh yang kurang baik tidak mampu melawan infeksi tuberculosis dengan optimal, sehingga bakteri M. tuberculosis yang berada di paru-paru dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah.

Sumber foto.  http://sciencemission.com/site/index.php?page=galleries&type=misc&id=_microbiology___virology&probe_type=image&probe_id=1382

Penderita extrapulmonary tuberculosis menunjukkan tanda dan gejala penyakit yang serupa dengan penderita tuberculosis paru. Yang membedakan adalah penderita dapat menunjukkan tanda dan gejala tambahan sesuai dengan lokasi di mana infeksi extrapulmonary tuberculosis berada.

Berikut adalah beberapa jenis dari extrapulmonary tuberculosis berdasarkan lokasi terjadinya infeksi:

 Tuberculosis Lymph Node/Kelenjar Getah Bening

Sumber foto: https://www.medindia.net/patients/patientinfo/extra-pulmonary-tuberculosis.htm

Ini adalah jenis dari extrapulmonary tuberculosis yang paling sering terjadi. Sesuai dengan namanya, extrapulmonary tuberculosis ini menyerang kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan mengalami peradangan, pembengkakan, dan dari luar, tampak kulit area kelenjar getah bening menjadi memerah. Semua kelenjar getah bening dapat terinfeksi, namun lokasi yang paling umum adalah kelenjar getah bening pada leher dan sekitar clavicular. Tuberculosis kelenjar getah bening ini sulit dideteksi karena pembengkanan kelenjar getah bening dapat terjadi pada banyak penyakit. Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis tuberculosis kelenjar getah bening, diperlukan pemeriksaan biopsy kelenjar getah bening.

 

Tuberculosis Meningitis

Sumber foto: http://jakartakita.com/2015/03/27/radang-selaput-otak-penyebab-gejala-dan-penularannya/

Sesuai dengan namanya, extrapulmonary tuberculosis ini menyerang meninges atau selaput otak. Penderita tuberculosis meningitis umumnya mengalami tanda dan gejala awal berupa nyeri kepala. Jika infeksi cukup berat, penderita juga dapat mengalami gangguan gerak, gangguan koordinasi, gangguan penglihatan, hingga gangguan kesadaran. Tuberculosis meningitis umumnya dapat menyebar ke otak dan sistem saraf pusat lainnya, seperti spinal cord. Oleh karena itu, jika menemui kecurigaan akan adanya tuberculosis meningitis, dokter akan merekomendasikan dilakukan pemeriksaan lumbar puncture untuk menganalisa cairan cerebrospinalis. Dengan pemeriksaan tersebut, dokter akan mengetahui apakah penyebab dari infeksi yang diderita.

Tuberculosis Skeletal/Tulang

Tuberculosis tulang dapat menyerang tulang manapun, namun, kondisi ini umumnya terjadi pada tulang belakang (spine). Penderita tuberculosis tulang umumnya mengalami tanda dan gejala awal berupa nyeri atau kekakuan punggung. Jika infeksi cukup berat, penderita juga dapat mengalami gangguan pada anggota gerak bawah. Tuberculosis tulang juga terkadang dapat berkembang menjadi tuberculosis arthritis, yaitu ketika infeksi menyebar pada sendi dan menyebabkan peradangan pada sendi. Umumnya, tuberculosis arthritis menyerang sendi siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan bahu.

 

Tuberculosis Genitourinary

Sumber foto: https://www.medindia.net/patientinfo/renal-tuberculosis.htm

Sesuai dengan namanya, extrapulmonary tuberculosis ini menyerang saluran perkemihan dan organ kelamin. Saluran perkemihan yang terinfeksi dapat berupa ginjal, urethra, dan kandung kemih. Pada pria, organ kelamin yang terlibat dapat berupa scrotum, prostat, dan saluran epididymis. Sedangkan pada wanita, area yang umumnya terlibat adalah pelvic.

 

Tuberculosis Gastrointestinal

Sumber foto: https://www.medindia.net/patients/patientinfo/stomach-tuberculosis.htm

Sesuai dengan namanya, extrapulmonary tuberculosis ini menyerang saluran pencernaan, yang mana dapat terjadi pada seluruh saluran pencernaan, mulai dari rongga mulut hingga anus. Tanda dan gejala yang tampak juga tergantung pada lokasi infeksi. Misalnya, pada tuberculosis gastrointestinal di rongga mulut, gejala yang muncul adalah ulkus pada mulut. Pada tuberculosis gastrointestinal di esophagus, gejala yang muncul adalah kesulitan menelan. Sedangkan pada tuberculosis gastrointestinal di usus, gejala yang muncul adalah nyeri perut, diare, dan BAB yang berdarah.

Yang menjadi sedikit ‘tricky’ dari extrapulmonary tuberculosis adalah proses penegakkan diagnosisnya, karena umumnya, dengan tampakan tanda dan gejala yang ada, extrapulmonary tuberculosis bukan menjadi pilihan diagnosis utama. Misalnya, diagnosis yang terpikirkan adalah rematik, padahal diagnosis sebenarnya adalah tuberculosis tulang. Hal inilah yang sering menyebabkan penanganan extrapulmonary tuberculosis menjadi terlambat.

Pengobatan extrapulmonary tuberculosis kurang lebih sama dengan tuberculosis paru, yaitu menggunakan obat anti tuberculosis (OAT). Yang membedakan adalah proses pengobatan relatif lebih lama, yaitu sekitar sembilan hingga dua belas bulan. Selain itu, terkadang dokter juga meresepkan obat tambahan sesuai dengan lokasi serta tanda dan gejala pada masing-masing kasus extrapulmonary tuberculosis. Misalnya, pada tuberculosis meningitis, dokter juga akan meresepkan kortikosteroid sebagai obat anti peradangan.

Yang mungkin sedikit ‘melegakan’ adalah penderita extrapulmonary tuberculosis tidak seinfeksius penderita tuberculosis paru. Jika pada tuberculosis paru penularan dapat terjadi melalui penyebaran sputum, penularan pada extrapulmonary tuberculosis baru dapat terjadi jika kita melakukan kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya dari penderita extrapulmonary tuberculosis.

 

 

*********

Author

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id