03 October 2023 3961
Life Reinsurance

Penggunaan Air Purifier: Apakah Merupakan Solusi Efektif untuk Mengatasi Gangguan Pernapasan akibat Kualitas Udara Buruk?

Pemberitaan terkait buruknya kualitas udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang disinyalir disebabkan oleh polusi udara tentunya telah sering kita dengarkan. Perburukan kualitas udara di Jabodetabek tersebut dapat terlihat dari data IQAir yang menggunakan acuan Air Quality Index United States (AQI US), yang merupakan indeks pengukuran kualitas udara di setiap daerah. Di Jakarta sendiri, kualitas udara terburuk tercatat terjadi pada Minggu 13 Agustus 2023, dengan rata-rata skor harian mencapai 172 poin. Kualitas udara tersebut diklasifikasikan AQI US sebagai kualitas udara tidak sehat dan berada di zona merah.
 
Terdapat satu asumsi yang menyebutkan bahwa perburukan kualitas udara di Jabodetabek disebabkan oleh hadirnya musim kemarau. Meskipun ketiadaan hujan yang mampu melarutkan zat-zat polutan dari udara di musim kemarau memang dapat memperburuk kualitas udara, namun musim kemarau sebenarnya bukan merupakan alasan dasar dari perburukan kondisi udara di Jabodetabek. Permasalahan udara buruk memang merupakan permasalahan laten yang sebenarnya sudah merebak sejak empat dekade lalu. Sayangnya isu ini cenderung diabaikan tanpa adanya upaya perbaikan dan mitigasi yang serius. Padahal, permasalahan udara buruk ini lebih besar dari sekedar menimbulkan ketidaknyamanan saja. Melainkan telah menjadi trigger dari berbagai permasalahan kesehatan, terutama gangguan pernapasan. Laporan peningkatan kejadian gangguan pernapasan pada anak pun telah muncul di berbagai daerah. Sejumlah anak di Jakarta dan sekitarnya dilaporkan mengalami batuk dan pilek berkepanjangan. Meskipun belum diketahui penyebab pastinya, ada dugaan bahwa penyakit itu turut diperparah oleh buruknya kualitas udara di Jabodetabek.
 
 
Apa sebenarnya kontaminan pada udara yang menjadi penyebab dari gangguan pernapasan?
 
Fenomena buruknya kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya tersebut patut menjadi kekhawatiran lantaran kandungan yang berada di dalam udara itu sendiri. Mayoritas kontaminan secara kolektif digambarkan sebagai particulate matter (PM). Adapun partikel yang berada di udara (airborne particles) secara umum diklasifikasikan sebagai PM2.5 (partikel halus yang berdiameter 2.5 microns atau kurang dari itu) dan PM10 (partikel besar yang berdiameter kurang dari 10 microns). PM2.5 inilah yang umumnya berada di polusi udara dan berpotensi menyebabkan berbagai gangguan pernapasan, lantaran PM2.5 ini mampu memasuki alveolus pada paru-paru. Di Jabodetabek sendiri, kandungan PM2.5 pada indeks AQI akhir-akhir ini menunjukkan angka yang buruk, yaitu 96.8 µg/m³. Angka ini terbilang sangat jauh dari standar World Health Organization (WHO) yaitu 15 µg/m³ per-24 jam.
 
Meskipun pada kenyataannya infeksi saluran pernapasan diakibatkan oleh infeksi bakteri atau virus, polutan pada saluran pernapasan seperti karbon monoksida, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan partikulat lainnya mampu menyebabkan kita tidak bisa bernapas dengan baik. Polutan-polutan tersebut dapat mengsensitisasi dan mengiritasi lapisan saluran pernapasan, seperti hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Pada akhirnya, polutan tersebut menimbulkan cidera pada saluran pernapasan, menyebabkan gangguan pernapasan, dan menjadi pemicu dari munculnya infeksi pernapasan lainnya. Kondisi ini lebih rentan terjadi pada kelompok dengan imunitas rentan, seperti bayi, anak-anak, lansia, penderita kanker, penderita auto-immune, dan penderita penyakit kronis lainnya.
 
Berikut adalah beberapa gangguan pernapasan yang dapat dipicu oleh kualitas udara yang buruk:
 
Pneumonia
Pneumonia merupakan kondisi peradangan pada paru-paru, terutama pada alveolus (kantung udara). Penderita pneumonia umumnya mengalami gejala berupa demam, batuk, dan kesulitan bernapas. Penderita pneumonia pada kasus yang berat juga dapat mengalami pembengkakan paru-paru akibat terisinya selaput paru oleh cairan.
 
Bronchopneumonia
Bronchopneumonia adalah subtype dari pneumonia, yang merupakan peradangan akut pada bronchi dan lobules pada paru-paru. Mayoritas penderita bronchopneumonia adalah anak-anak. Penderita bronchopneumonia umumnya mengalami gejala berupa kesulitan dan nyeri saat bernapas, napas yang berbunyi, dan pergerakan yang abnormal di area dinding dada.
 
Kekambuhan Penyakit Asma dan Alergi
Asma dan alergi merupakan dua kondisi yang dapat dipicu oleh buruknya kualitas udara. Kedua kondisi tersebut disebabkan oleh peradangan saluran pernapasan akibat iritasi dari polutan. Penderita asma dan alergi dapat mengalami gejala berupa sesak napas, kesulitan saat menghembuskan napas, batuk kering, rasa sempit pada rongga dada, gatal dan bentol pada kulit, gatal pada hidung, bersin dan pilek, serta kemerahan dan gatal pada mata.
 
Kualitas udara yang buruk tentu kita harapkan dapat segera berakhir dan teratasi dari akar penyebabnya. Meskipun demikian, di tengah kondisi yang sepertinya masih akan cukup berlarut-larut ini, ada baiknya jika kita mencoba mengantisipasi dampak polusi udara dan kualitas udara buruk pada kesehatan pernapasan kita. Beberapa langkah yang dapat dilakukan di antaranya adalah menghindari paparan polusi (debu, asap, abu, dan rokok), menghindari beraktivitas di area yang rentan akan udara buruk, dan mengkonsumsi anti-oksidan. Salah satu tindakan preventif lainnya yang diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari udara buruk adalah penggunaan air purifier. Meskipun demikian, sebelum memutuskan untuk menggunakan air purifier, tentunya kita bertanya-tanya terkait cara kerja dan efektivitas dari penggunaan air purifier itu sendiri. Nah, pada artikel ini, kita akan membahas dengan lebih mendalam terkait air purifier dan kegunaannya ya, teman-teman!
 
Air purifier pada dasarnya merupakan salah satu alat ‘pembersih udara’ yang memiliki satu atau beberapa filter, serta sebuah kipas yang berperan untuk menyedot dan menyirkulasikan udara. Secara umum, air purifier akan menyedot udara yang berada di sekitarnya, kemudian menangkap polutan dan partikel yang berada di udara tersebut. Udara yang telah bersih kemudian dilepaskan kembali oleh air purifier, dan disirkulasikan kembali ke ruangan. Air purifier yang marak berada di pasaran dan digunakan di rumah umumnya didesain untuk menyaring udara pada satu ruangan saja, dan bukan untuk menyaring udara di seluruh rumah/tempat tinggal. Oleh karena itu, apabila kita ingin menyaring udara dan memperbaiki kualitas udara di banyak ruangan, tentu kita harus menggunakan lebih dari satu air purifier, dan diletakkan pada masing-masing ruangan tersebut.
 
Jika dilihat dari tujuan penggunaannya, tentu kita dapat melihat bahwa filter merupakan bagian terpenting dari sebuah air purifier, lantaran melalui filter itulah air purifier akan menyaring partikel-partikel yang berpotensi membahayakan kesehatan kita. Filter pada air purifier umumnya merupakan lembaran serat kecil padat yang dilipat dan disegel dalam bingkai logam atau plastik. Pada umumnya, air purifier yang beredar di pasaran menggunakan HEPA (High-Efficiency Particulate Air) Filter yang didesain untuk menyedot sekitar 99.5% partikel di udara yang berukuran 3 microns atau kurang, seperti debu, asap, serbuk sari, bakteri, dan virus. Efektivitas dari air purifier sendiri bergantung pada seberapa erat serat filternya, yang dinyatakan dalam skala MERV. Air purifier umumnya memiliki filter dengan MERV 12 hingga MERV 17, dan sebuah air purifier yang efektif setidaknya harus memiliki filter dengan MERV 13.
 
Selain filter, salah satu variabel penting pada air purifier adalah Clean Air Delivery Rate (CADR) yang menunjukkan jumlah udara bersih yang disirkulasikan kembali oleh air purifier. Beberapa tipe air purifier menetapkan CADR sesuai dengan kontaminan yang ditargetkan, misalnya, CADR untuk polutan asap tembakau, debu, dan serbuk sari. Secara umum, CADR dari air purifier setidaknya harus sama dengan dua per tiga dari luas ruangan. Semakin berbahaya polutan yang ada, semakin tinggi seharusnya CADR pada air purifier. Seperti misalnya, pada rumah yang berada di dekat area pembakaran hutan, CADR pada air purifier harus sama dengan luas ruangan yang ingin dibersihkan.
 
Secara umum, terdapat tiga tipe air purifier yang beredar di pasaran. Yang pertama adalah Filtered-Air Purifier yang menangkap polutan di udara dengan bantuan filter; yang kedua adalah Electrostatic-Air Purifier yang menghasilkan partikel bermuatan untuk menangkap partikel pada filter, dan yang ketiga adalah UV Light-Air Purifier yang menggunakan sinar UV untuk membersihkan kontaminan seperti bakteri dan virus. Terdapat concern di antara sebagian pakar kesehatan bahwa air purifier dengan tipe Electrostatic dan UV Light memiliki potensi tersendiri untuk memproduksi ozone gas dan polutan lainnya yang justru dapat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, pakar kesehatan cenderung untuk merekomendasikan air purifier dengan tipe filter untuk digunakan sehari-hari di rumah.
 
 
Kembali ke pertanyaan kita di awal: apakah air purifier benar-benar efektif untuk membersihkan udara dan meningkatkan kualitas udara di rumah?
 
Pada dasarnya, jawaban dari pertanyaan tersebut adalah ‘YA’. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa air purifier memiliki keterbatasan dalam melakukan pembersihan udara. Efektivitas dari air purifier sendiri bergantung pada tipe kontaminan yang berada di rumah, ventilasi di rumah, ukuran ruangan yang udaranya akan kita bersihkan, tipe dan jumlah filter pada air purifier, CADR dari air purifier, dan konsistensi kita menggunakan air purifier. Selain itu, penting untuk diingat juga bahwa polutan itu tidak hanya berada di udara, namun juga dapat menempel pada benda-benda di rumah, seperti furniture, tempat tidur, karpet, tembok, dan langit-langit. Pembersihan polutan yang menempel pada benda-benda tersebut tentunya tidak dapat dilakukan oleh air purifier, melainkan memerlukan pembersihan khusus, mendalam, dan rutin.
 
Sebuah studi bertajuk ‘Effects of Air Purifiers on Patients with Allergic Rhinitis: A Multicenter, Randomized, Double-Blind, and Placebo-Controlled Study’ yang dipublikasikan oleh Kyung Hee Park et all pada tahun 2020 menunjukkan bahwa penggunaan air purifier dengan HEPA Filter terbukti dapat memberikan manfaat bagi penderita alergi, melalui skema penurunan konsentrasi indoor allergens, seperti tungau debu rumah (House Dust-Mite, HDM), serbuk sari, dan bulu hewan. Setelah enam minggu penggunaan air purifier, konsentrasi PM2.5 pada ruangan menunjukkan penurunan hingga 51.8%. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa penggunaan air purifier dengan HEPA Filter secara signifikan menurunkan kebutuhan penderita alergi akan pengobatan medis, seperti mengkonsumsi obat anti-alergi dan obat flu saat menderita rhinitis allergy.
 
Di sisi lainnya, sebuah studi bertajuk ‘Indoor Environmental Control Practices and Asthma Management’ yang dipublikasikan oleh Elizabeth C. Matsui et all pada tahun 2016 menunjukkan bahwa penggunaan air purifier bahkan dengan HEPA Filter kurang mampu mengatasi permasalah pernapasan yang disebabkan oleh jamur (mold). Jamur sendiri berkembang biak dengan menghasilkan spora yang menyebar di udara. Menghirup spora atau menyentuh jamur dapat memicu alergi jamur. Gejala dari penderita alergi jamur dapat berupa bersin, iritasi hidung dan tenggorokan, pilek, serta gatal dan kemerahan pada mata. Jamur sendiri merupakan alergen yang berbahaya, terutama pada anak, lantaran mampu memicu kemunculan asma dan penyakit pernapasan lainnya. Dilansir dari publikasi United Stated Environmental Protection Agency (US EPA), penggunaan air purifier disebutkan hanya mampu menghilangkan beberapa partikel jamur di udara, namun tidak menghilangkan jamur itu sendiri. Pembersihan jamur membutuhkan penanganan khusus, termasuk untuk menghilangkan kelembaban berlebih yang disebabkan oleh jamur tersebut.
 
Sebuah studi lainnya bertajuk ‘The Feasibility of an Air Purifier and Secondhand Smoke Education Intervention in Homes of Inner City Pregnant Women and Infants Living with a Smoker’ yang dipublikasikan oleh Jessica L. Rice et all pada tahun 2017 menunjukkan bahwa air purifier tidak banyak berperan dalam menghilangkan nikotin dari udara dalam ruangan. HEPA Filter pada air purifier memang mampu mengurangi partikel asap pada udara, namun tidak terlalu efektif dalam mengurangi jumlah partikel nikotin atau komponen gas lainnya dalam asap. Dalam hal upaya penanggulangan dampak dari asap kebakaran, penggunaan air purifier disebut hanya efektif untuk mengatasi asap dalam ruangan dalam jangka waktu pendek. Penggunaan air purifier disebut masih kurang efektif dalam mengatasi dampak buruk asap pada kesehatan secara jangka panjang.
 
Untuk mengatasi polutan berbentuk gas (gaseous indoor pollutants) seperti carbon monoksida, nitrogen dioksida, ozone, dan volatile organic chemicals (VOCs), air purifier harus memiliki activated carbon filter atau filter lainnya yang didesain khusus untuk membersihkan gas. HEPA Filter sendiri disebut kurang efektif untuk mengatasi VOCs yang memiliki potensi toksisitas yang tinggi terhadap kesehatan. American Chemical Society (ACS) menyebutkan bahwa penggunaan air purifier hanya mampu mengeliminasi VOCs dalam jumlah yang sangat sedikit. Bahkan, ACS menyebutkan bahwa beberapa air purifier justru dapat menghasilkan tambahan VOCs, yang dapat membahayakan kesehatan.
 
 
Jadi, bagaimana kesimpulan terkait rekomendasi penggunaan air purifier?
 
Secara umum, penggunaan air purifier dapat dikatakan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam upaya pembersihan udara dan peningkatan kualitas udara di rumah. Meskipun demikian, adanya beberapa keterbatasan pada penggunaan air purifier harus didukung oleh upaya pembersihan lainnya, seperti pembersihan rumah, optimalisasi ventilasi ruangan, dan pengendalian kontaminan di rumah. Selain itu, untuk mencapai hasil optimal yang memenuhi kebutuhan kita, penggunaan air purifier juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ekspektasi kita, misalnya, untuk mengatasi polutan gas, kita dapat menggunakan air purifier dengan carbon filter.
 
Selain itu, penting untuk diingat bahwa penggunaan air purifier pada dasarnya lebih merupakan tindakan preventif ataupun supportive treatment atas kejadian gangguan pernapasan yang ditimbulkan oleh polutan udara. Untuk mengobati gangguan pernapasan, teman-teman tetap direkomendasikan untuk berkonsultasi dengan dokter agar mendapatkan pengobatan yang sesuai, ya!
 
Stay safe and healthy, semuanya!

Author

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id