08 January 2025 91
Life Reinsurance

Waspada Peningkatan Kasus HMPV di China

Selepas menjadi negara tempat COVID-19 bermula di akhir tahun 2019 lalu, China kembali menjadi sorotan lantaran adanya wabah kasus Human Metapneumovirus (HMPV) pada akhir tahun 2024. Apakah HMPV itu, dan apakah virus tersebut berpotensi turut merebak di Indonesia?

Dilansir dari website Centers for Disease Control and Prevention (CDC), HMPV merupakan salah satu virus yang menyebabkan penyakit saluran pernapasan atas maupun bawah. HMPV pertama kali teridentifikasi pada tahun 2001 sebagai bagian dari Pneumoviridae family bersama dengan Respiratory Syncytial Virus (RSV). Di Sebagian besar negara, HMPV terjadi secara ‘musiman’, di mana umumnya infeksi HMPV merebak pada musim dingin/salju hingga awal musim semi.

Penularan HMPV terjadi secara langsung dari penderita kepada orang-orang di sekitarnya, di mana penularan tersebut dapat terjadi apabila orang di sekitar penderita terpapar batuk atau bersin penderita, bersentuhan langsung dengan penderita, atau menyentuh benda yang baru tersentuh oleh penderita.

Sebagaimana penyakit saluran pernapasan lainnya, infeksi HMPV didahului dengan masa inkubasi yang umumnya berlangsung selama 3 – 6 hari setelah paparan virus. Selanjutnya, penderita mulai mengalami gejala seperti batuk, demam, hidung tersumbat, sesak napas, mudah lelah, dan penurunan nafsu makan. Virus ini dapat menyerang semua kelompok usia, mulai dari anak, dewasa, hingga lansia. Meskipun demikian, infeksi HMPV cenderung lebih berdampak berat apabila menyerang kelompok dengan imunitas yang kurang baik, seperti bayi, balita, lansia, dan orang dengan gangguan imunitas seperti penderita kanker atau HIV/AIDS. Pada kelompok tersebut, infeksi HMPV dapat berkembang menjadi bronkitis atau pneumonia.

HMPV pada sebagian besar kasus ‘hanya’ menyebabkan gejala yang relatif ringan, oleh karena itu, umumnya dokter tidak melakukan pemeriksaan yang spesifik untuk menegakkan diagnosis HMPV dan langsung memberikan penderita pengobatan berdasarkan gejala yang dialaminya. Meskipun demikian, secara teori diagnosis HMPV dapat ditegakkan berdasarkan identifikasi viral genome melalui pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) dan identifikasi viral antigens pada sekret pernapasan menggunakan immunofluorescence atau enzyme immunoassay.

Pengobatan HMPV dilakukan berdasarkan gejala yang dialami oleh penderita, sehingga dokter biasanya akan memberikan obat untuk batuk dan pilek. Selain itu, penderita juga dianjurkan untuk beristirahat dengan cukup dan mengkonsumsi banyak air putih agar infeksi virus yang ada dapat segera hilang. Apabila gejala tidak kunjung membaik dalam waktu 5 – 7 hari atau justru memberat, barulah penderita disarankan untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan untuk melihat apakah infeksi yang ada telah menimbulkan komplikasi atau justru sebenarnya ada diagnosis selain HMPV.

Meskipun sampai saat ini belum ada vaksin yang spesifik mampu mencegah HMPV, infeksi HMPV dapat dicegah melalui beberapa tindakan preventif, seperti:
  • Menghindari kontak langsung dengan orang yang sedang menderita batuk atau pilek
  • Menggunakan masker apabila berada di tempat umum, terutama apabila kita berada di lokasi yang padat
  • Menghindari menyentuh benda di tempat umum, dan segera mencuci tangan setelah menyentuh benda di tempat umum
  • Menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut setelah menyentuh benda di tempat umum
  • Memastikan kelancaran dan kebersihan udara di rumah
  • Menerapkan pola hidup sehat untuk memelihara imunitas, seperti beristirahat cukup, mengkonsumsi makanan bergizi, dan memastikan kecukupan konsumsi cairan
  • Menjaga kebersihan rumah, kantor, dan area yang sering kita tempati
 
Bagaimana update kondisi HMPV di China dan Indonesia?

Tidak seperti COVID-19 yang merupakan ‘virus baru’, HMPV pada dasarnya bukan merupakan virus yang baru teridentifikasi. Meskipun demikian, HMPV menjadi perhatian lantaran menyebabkan peningkatan kasus yang signifikan di China pada beberapa minggu terakhir. Data dari tanggal 16 – 22 Desember menunjukkan bahwa di Provinsi Utara, China terjadi peningkatan kasus infeksi pernapasan akut yang di antaranya termasuk infeksi HMPV. Penderita infeksi mayoritas adalah kelompok usia kurang dari 14 tahun.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan bahwa mereka memahami peningkatan kasus HMPV, Influenza Tipe A, dan infeksi saluran pernapasan lainnya di China berpotensi meningkatkan kekhawatiran masyarakat Indonesia, terutama dengan mempertimbangkan bahwa hal tersebut terjadi pada akhir tahun yang merupakan periode liburan.

Kemenkes RI juga menyampaikan bahwa di Indonesia sendiri memang sedang terjad peningkatan kasus Influenza (batuk dan pilek). Pada Sebagian besar kasus, Influenza memang hanya menyebabkan gejala ringan. Namun, apabila kita tetap harus mewaspadai potensi Influenza Tipe A yang merupakan kelompok dari subtype virus H1N1 dan H3N2 yang berpotensi menyebabkan wabah atau bahkan pandemi. Oleh karena itu, Kemenkes RI telah menerapkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) atau yang biasa dikenal sebagai Early Warning Alert Response and System (EWARS) yang merupakan sistem untuk mendeteksi indikasi wabah berbasis komputer. Sistem ini berbasis weekly report yang dapat menampilkan sinyal peringatan dini apabila terdapat peningkatan kasus penyakit tertentu pada suatu wilayah.

Pada kasus HMPV sendiri, di tanggal 31 Desember 2024 Kemenkes RI menyampaikan bahwa hingga saat ini belum terdapat laporan temuan kasus HMPV di Indonesia. Meskipun demikian, Kemenkes RI tetap menyampaikan bahwa masyarakat tetap harus mewaspadai perkembangan kasus HMPV dengan memantau perkembangan kasus melalui berbagai media. Selain itu, masyarakat Indonesia yang baru berpergian dari China dan negara lainnya juga direkomendasikan untuk lebih memperhatikan kesehatannya dan memperhatikan protokol kesehatan terutama apabila merasa tidak sehat.

Stay safe and healthy, semuanya!

 

Author

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id