02 March 2020 8112
Knowledge

Menangani Gigitan Ular

 

Ular.

 

Ada yang belum tau bentuknya ular seperti apa? Seperti ini niiiih…

 

 

 

Sumber foto: http://www.inhilklik.com/mobile/detailberita/31859/Lifestyle/lakukan-lima-cara-ini-jika-temukan-ular-masuk-rumah

 

Di musim hujan seperti ini, ular tak luput menjadi salah satu trending topic di Indonesia. Pasalnya, seiring dengan datangnya musim hujan, banyak berita terkait kemunculan ular di pemukiman warga. Andi Yudha, seorang pecinta ular, memberikan pernyataan pada acara Temu Pimpinan untuk Aspirasi Masyarakat (TEPAS) di Bandung, bahwa keterlambatan datangnya musim hujan –yang seharusnya datang sejak bulan September lalu- merupakan salah satu penyebab banyaknya temuan ular di pemukiman warga. Telur-telur ular yang seharusnya menjadi rusak karena berjamur pada musim penghujan, malah menjadi matang dengan sempurna dan menetas pada musim kemarau yang berkepanjangan kemarin.

Sejalan dengan pemaparan Andi Yudha, Ganjar Cahyadi, seorang pakar reptil dari ITB yang juga merupakan Kurator Museum Zoologi juga menyatakan bahwa musim penghujan merupakan periode reproduksi bagi ular. Ular akan menyimpan telur-telur di sarangnya, yang umumnya adalah bekas sarang tikus, tempat-tempat lembab, atau tempat yang banyak tumpukan sampah. Kemudian, masih pada musim hujan juga, telur-telur ular tersebut akan menetas. Ganjar juga menambahkan, jika pada suatu tempat ditemukan banyak ular, kemungkinan besar tempat tersebut memang merupakan habitat dari ular tersebut, di mana ular tersebut bersarang dan mencari makan. Maka dari itu, ular akan sering muncul pada tempat yang memiliki banyak tikus, karena tikus merupakan salah satu makanan bagi ular.

 

Terkait dengan maraknya kemunculan ular di pemukiman warga, kita harus memahami langkah antisipasi yang tepat. Yang pertama, ular adalah binatang yang umum ditemukan di negara tropis seperti Indonesia dan ular umumnya tidak menggigit kecuali bila dia merasa terganggu atau terancam. Ular juga relatif bersikap lebih reaktif dan menggigit pada pagi dan sore hari. Oleh karena itu, jika bertemu dengan ular, jangan diganggu duluan ya. Kita kabur saja dengan perlahan J.

 

Sumber foto: https://www.allposters.com/-sp/Infographic-About-Poisonous-Snakes-its-Way-of-Injecting-Poison-and-the-Anatomy-of-its-Mouth-Posters_i14372800_.htm

 

Yang kedua, untuk bisa memberikan pertolongan pertama pada gigitan ular, kita harus bisa membedakan antara ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa sendiri dicirikan dari bentuk kepalanya yang seperti segitiga, memiliki dua gigi taring besar di rahang atas, memiliki pupil mata hitam yang vertikal dan berbentuk pipih tipis, dengan dikelilingi oleh bola mata yang berwarna kuning hijau, serta memiliki motif kulit yang relatif mencolok. Ular yang berbisa relatif bersikap santai saat bergerak, termasuk jika didekati oleh manusia. Namun, jika dia merasa terganggu, dia akan langsung bersikap agresif dan dapat menyerang. Seperti misalnya ular kobra yang akan menegakkan tubuh dan mengembangkan rusuknya jika merasa terancam. Jika ular berbisa menggigit, bekas gigitannya akan berupa dua lubang gigitan taring yang mirip dengan luka tusukan benda tajam. Beberapa jenis ular berbisa yang umum ditemukan di sekitar kita adalah ular sendok, ular welang, ular kobra, ular tanah, ular hijau, ular laut, dan ular pohon.

Sementara itu, ular yang tidak berbisa memiliki bentuk kepala segi empat panjang, gigi taring kecil, pupil mata bulat, dan bekas gigitannya berupa luka halus berbentuk lengkungan. Ular tidak berbisa juga cenderung menghindari manusia, terutama jika didekati oleh manusia.

Penting bagi kita untuk mampu membedakan antara ular berbisa dan ular tidak berbisa, karena penanganan atas gigitannya akan berbeda. Gigitan ular yang tidak berbisa mungkin tidak memerlukan penanganan khusus, selain pembersihan luka dengan antiseptik. Sebaliknya, gigitan ular yang berbisa berpotensi menyebabkan kerusakan pada tempat gigitan, area sekitarnya, bahkan gangguan kesehatan yang bersifat sistemik.

 

Penanganan pertama pada gigitan ular berbisa adalah pembatasan gerak (imobilisasi) anggota tubuh yang tergigit. Tindakan pembebatan direkomendasikan untuk dilakukan pada bagian atas anggota gerak yang tergigit untuk mengurangi risiko terjadinya penjalaran dan penyerapan bisa. Jika terdapat luka, maka luka tersebut dapat dibersihkan dengan antiseptik. Jika penderita gigitan menggunakan cincin, jam, atau aksesoris lainnya pada sekitar anggota tubuh yang tergigit, maka sebaiknya aksesoris tersebut dilepaskan untuk mencegah terjadinya pembengkakan yang lebih parah dan gangguan sirkulasi darah. Selanjutnya, penderita gigitan ular harus segera dibawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan agar mendapatkan pertolongan lebih lanjut.

 

Saat di fasilitas kesehatan, dokter atau tenaga kesehatan akan melihat apakah penderita mengalami syok atau gangguan pada sistem jantung dan pernafasan. Jika terdapat tanda terjadi gangguan pernafasan, dokter akan merekomendasikan penggunaan alat bantu pernafasan, setidaknya hingga pernafasan penderita stabil kembali. Pemberian antivenom polivalen akan dilakukan sesuai dengan petunjuk penggunaan, dan dapat diulang jika belum ada respon terapi. Obat-obatan tambahan dapat diberikan sesuai dengan gejala yang ada. Misalnya, jika ada reaksi alergi maka dapat diberikan injeksi epinefrin dan jika ada rasa nyeri dapat diberikan obat analgetik. Selain itu, pada kasus gigitan ular juga umumnya akan diberikan suntikan profilaksis tetanus.

 

Pemeriksaan lebih lanjut juga direkomendasikan untuk dilakukan, misalnya pemeriksaan darah seperti kadar hemoglobin dan faktor pembekuan darah. Jika diperlukan –misalnya saat penderita mengalami perdarahan berat- pemberian transfusi darah juga dapat dilakukan. Yang tak boleh luput dari perhatian adalah adanya tanda-tanda kematian jaringan (nekrosis), di mana tindakan pembedahan seperti eksisi jaringan nekrosis dan skin grafting mungkin akan diperlukan.

 

Gigitan ular tidak hanya menimbulkan gangguan pada bagian tubuh yang tergigit, namun juga dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya. Gangguan kesehatan dapat dirasakan dalam waktu 30 menit hingga 24 jam setelah mengalami gigitan. Awalnya, penderita gigitan ular akan merasakan bengkak, nyeri, serta ruam kebiruan pada lokasi gigitan. Kemudian, penderita gigitan ular juga dapat merasakan keluhan seperti kelemahan otot, demam, menggigil, berkeringat, mual, muntah, nyeri kepala, dan penglihatan kabur. Hal tersebut karena bisa dari ular dapat bersifat racun bagi beberapa organ dan sistem tubuh seperti anggota gerak tubuh, sistem peredaran darah, sistem saraf, dan sistem kardiovaskular.

 

Sumber foto: https://haiweb.org/what-we-do/our-snakebite-tools/

 

Jika ada tindakan-tindakan yang direkomendasikan, pastinya ada juga tindakan yang direkomendasikan untuk tidak dilakukan. Sayangnya, justru tindakan-tindakan ini yang menyebar di masyarakat dan menjadi hoax. Berikut adalah beberapa tindakan yang tidak direkomendasikan untuk dilakukan pada kasus gigitan ular:

  • Not too tight, dilarang melakukan pembebatan terlalu ketat karena justru dapat merusak jaringan tubuh.

     

  • No cooling, tindakan pendinginan tidak akan membekukan bisa dan justru dapat memicu frostbite.

     

  • No incision, tindakan pengirisan jaringan yang konon bertujuan untuk ‘mengeluarkan bisa’ tidak direkomendasikan karena justru dapat merusak jaringan pembuluh darah dan saraf.

     

  • No sucking, tindakan menghisap luka dengan tujuan menghisap bisa juga tidak direkomendasikan karena bakteri dari mulut justru dapat menginfeksi luka gigitan.

     

  • No waiting, jangan menunggu untuk membawa penderita ke fasilitas kesehatan. Bawa sesegera mungkin, ya!

     

  • No chasing the snake, jangan mengejar ularnya. Memang sebaiknya kita membawa atau mengingat rupa si ular. Namun bukan berarti harus membahayakan diri dengan mengejar dan menangkap si ular ya!

     

 

 

*******

Author

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id