Knowledge
Son of Omricon
Pada dua minggu terakhir ini, Indonesia mengalami peningkatan kasus baru Covid yang sangat signifikan di setiap harinya. Peningkatan kasus Covid baru tersebut disinyalir merupakan dampak dari kehadiran Varian Omicron, yang juga telah mengakibatkan lonjakan kasus Covid pada negara-negara lain di seluruh dunia. Belum selesai dengan Covid Omicron - bahkan sepertinya puncak kasus Covid Omicron masih baru akan terjadi pada beberapa minggu mendatang - , sudah beredar sebuah kabar terkait hadirnya sebuah subvarian baru dari SARS-CoV-2, yang dikenal sebagai
‘Son of Omicron’. Nah, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan
‘Son of Omicron’, dan apakah subvarian tersebut juga merupakan sesuatu yang harus kita waspadai?
Sumber foto: www.freepik.com
World Health Organization (WHO) menyampaikan bahwa pada dasarnya Varian Omicron berdasarkan susunan genetiknya diklasifikasikan menjadi tiga subvarian, yaitu B.1.1.529, BA.1, dan BA.2. Nah, Subvarian BA.2 inilah yang kemudian dikenal sebagai
‘Son of Omicron’. Varian BA.2 ini pada dasarnya masih membawa sebagian besar mutasi dari Varian Omicron ‘versi
original’. Meskipun demikian, memang terdapat beberapa perbedaan yang menjadi pembeda subvarian ini dengan Varian Omicron ‘versi
original’.
Varian Omicron merupakan salah satu Varian SARS-CoV-2 yang memiliki mutasi terbanyak. Pada
spike protein-nya saja, Varian Omicron tercatat memiliki 32 mutasi.
Spike protein merupakan protein yang terdapat pada virus, yang dapat membantu virus untuk memasuki tubuh
host dan menginvasi sel-sel dari
host tersebut.
Spike protein sendiri memiliki peranan yang vital dalam upaya penegakkan diagnosis Covid, karena pemeriksaan PCR umumnya akan melakukan deteksi dari
gene S, untuk mengkonfirmasi apakah orang tersebut benar terinfeksi Covid.
Selain dimanfaatkan dalam upaya deteksi Covid,
spike protein juga merupakan salah satu
viral genome yang menjadi target vaksin. Dengan banyaknya mutasi yang terjadi pada
spike protein Varian Omicron, tidak mengherankan apabila Varian Omicron memiliki kemampuan
antibody escape yang tinggi, yang dapat membuatnya ‘lolos’ dari pemeriksaan PCR dan ‘kebal’ terhadap vaksin.
Sumber foto: www.freepik.com
Sebagai upaya untuk meningkatkan sensitivitas dari deteksi Covid Omicron, pemeriksaan PCR akan menggunakan
target gene S-gene Target Failure (SGTF) sebagai reagen pemeriksaan, sehingga, Varian Omicron yang
spike protein-nya banyak mengalami mutasi pun dapat terdeteksi melalui pemeriksaan PCR. Meskipun demikian, orang yang terdeteksi memiliki SGTF melalui pemeriksaan PCR-nya, masih dikategorikan sebagai
Probable Omicron, karena, untuk memastikan varian dari suatu virus tetap harus melalui pemeriksaan
Whole Genome Sequencing (WGS).
Kembali lagi ke
‘Son of Omicron’…
Berdasarkan data studi yang sementara ini ada, Varian BA.2 terdeteksi memiliki beberapa mutasi baru lagi pada
spike protein-nya. Hal tersebut menyebabkan Varian BA.2 tidak terdeteksi, bahkan oleh PCR yang menggunakan reagen SGTF. Inilah yang menyebabkan
‘Son of Omicron’ juga memiliki julukan
‘Stealth Omicron’ atau ‘Omicron Siluman’. Meskipun demikian, beberapa ahli yang melakukan studi lain menyebutkan bahwa Varian BA.2 masih dapat terdeteksi oleh
target gene lainnya, sehingga seharusnya hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
Selain dari upaya deteksi, masih ada beberapa hal lain yang masih menjadi ‘misteri’ terkait dengan Varian BA.2 ini. Beberapa hal yang menjadi pertanyaan di antaranya adalah apakah
‘Son of Omicron’ ini akan lebih mudah menular jika dibandingkan dengan Varian Omicron yang sudah sangat lebih menular, jika dibandingkan dengan varian-varian lainnya. Selain itu, kemampuan Varian BA.2 untuk lebih memicu terjadinya gejala berat dan fatalitas pun masih menjadi pertanyaan, yang tentunya dimaksudkan sebagai upaya antisipasi terjadinya lonjakan kasus berat dan fatalitas dari Covid, seperti yang sebelumnya disebabkan oleh Varian Delta pada pertengahan tahun 2021 lalu.
Data awal yang dimiliki oleh WHO serta beberapa negara dan lembaga riset lainnya menunjukkan bahwa
‘Son of Omicron’ memang memiliki kemampuan transmisi yang lebih tinggi ketimbang Varian Omicron ‘versi
original’. Varian BA.2 ini dikatakan pertama kali terdeteksi di Inggris pada 6 Desember 2021 lalu, meskipun ada data lain yang menunjukkan bahwa sekuens dari subvarian ini pertama kali diajukan oleh Pemerintah dan Otoritas Kesehatan Filipina. Sejak saat itu, banyak negara mulai melaporkan keberadaan
‘Son of Omicron’ di tempatnya masing-masing. Beberapa negara tersebut di antaranya adalah Afrika Selatan, India, USA, Jerman, Australia, dan Denmark. Berdasarkan data WHO, Varian BA.2 ini memang telah teridentifikasi di 40 negara, dan mulai mendominasi sekuens dari Varian Omicron pada negara-negara tersebut. Bahkan,
State Serum Institute of Denmark melaporkan bahwa
‘Son of Omicron’ merupakan penyebab dari 65% kasus Covid Omicron di negara tersebut.
Meskipun dengan data sepak terjang yang dahsyat, WHO sampai saat ini masih belum menyatakan ‘kemandirian’ Varian BA.2. Hingga kini,
‘Son of Omicron’ masih masuk ke dalam subvarian dari Varian Omicron, dan juga belum dimasukkan ke dalam kategori
Variant of Concern ataupun
Variant of Interest. Varian BA.2 dinilai masih merupakan bagian dari Varian Omicron, dan masih belum memiliki perbedaan yang signifikan dari Varian Omicron, baik dalam hal transmisi penularannya,
antibody escape, severity symptom, fatality caused, serta pengobatannya.
Nah, bagaimana nih dengan Indonesia? Apakah di Indonesia telah ditemukan keberadaan dari
‘Son of Omicron’?
Budi Gunadi Sadikin selaku Menteri Kesehatan RI menyampaikan konfirmasinya bahwa
‘Son of Omicron’ memang telah terdeteksi di Indonesia. Menkes Budi juga menyampaikan bahwa memang diperlukan upaya yang lebih kuat lagi untuk dapat mendeteksi subvarian ini. Oleh karena itu, Pemerintah dan Kemenkes saat ini tengah berupaya untuk mendatangkan reagen khusus yang diperuntukkan untuk deteksi Varian BA.2, sehingga, deteksi Covid di Indonesia dapat lebih baik dan sensitif lagi.
Untuk saat ini, sepertinya masih belum banyak informasi yang dapat diberikan terkait dengan
‘Son of Omicron’. Meskipun demikian, apapun varian atau subvarian baru yang muncul dari suatu virus, kita harus mengupayakan langkah mitigasi melalui analisa dampaknya secara epidemiologi. Kehadiran dari Covid Omicron,
‘Son of Omicron’, ataupun varian/subvarian lainnya yang mungkin muncul selayaknya tidak membuat kita menjadi paranoid. Namun tentunya, kehadiran mereka selayaknya mengingatkan kita kembali bahwa pandemi Covid belum berakhir, dan hanya dengan kekompakan kita bersama dalam mematuhi protokol kesehatan lah yang dapat mengakhiri pandemi ini.
Stay safe and healthy, semuanya!