26 July 2022 3440
Life Reinsurance

Covid Centaurus

Peningkatan kembali kasus Covid di dunia pada akhir-akhir ini diikuti oleh pemberitaan mengenai kemunculan varian baru SARS-CoV-2. Varian baru tersebut adalah BA.2.75 yang juga dikenal sebagai Varian Centaurus. Meskipun marak disebut sebagai ‘varian baru’, pada dasarnya Varian Centaurus ini masih masuk ke dalam keluarga besar Varian Omicron. Dengan kata lain, Varian Centaurus ini pada dasarnya merupakan subvarian dari Varian Omicron.

Nah, apa sebenarnya Varian Centaurus ini, serta apakah yang membedakannya dengan Varian Omicron dan varian-varian lainnya?

Kemunculan Varian Centaurus ini tentunya menimbulkan banyak pertanyaan di benak kita, salah satunya adalah mengapa varian-varian baru dari SARS-CoV-2 masih terus muncul. Oleh karena itu, sebelum membahas Varian Centaurus secara lebih mendetail, kita akan membahas tentang penyebab dari kemunculan varian-varian baru SARS-CoV-2 terlebih dahulu.

Saat ini, mayoritas populasi dunia telah menerima Vaksin Covid, bahkan mungkin sebagian besar negara telah mewajibkan pemberian vaksin booster pada penduduknya. Meskipun pemberian vaksin sangat bermanfaat, kita harus kembali mengingat kalau pemberian vaksin tidak akan menyebabkan penerimanya tidak terinfeksi Covid saat terpapar Virus Covid, melainkan, Vaksin Covid akan mengurangi kemungkinan penerimanya untuk menderita gejala berat saat terinfeksi Covid. Dengan tetap adanya kemungkinan penerima Vaksin Covid untuk terinfeksi Covid, SARS-CoV-2 juga akan ‘berevolusi’ secara konstan sebagai upaya untuk mempertahankan ‘eksistensi’ dirinya di dunia. Evolusi itulah yang merupakan cikal bakal dari kemunculan varian-varian baru.

Kembali kepada Varian Centaurus…

Varian Centaurus sebenarnya telah terdeteksi cukup lama, yaitu pada sekitar bulai Mei 2022 di India. Sejak ditemukan di India, Varian Centaurus secara bertahap telah menyebar dengan luas di seluruh dunia. Hingga artikel ini dituliskan, Varian Centaurus telah terkonfirmasi ditemukan di UK, US, Australia, New Zealand, Jerman, Rusia, Singapore, dan bahkan di Indonesia.

World Health Organization (WHO) saat ini masih memasukkan Varian Centaurus ke dalam klasifikasi Variant of Interest (VOI), dan belum ke dalam klasifikasi Variant of Concern (VOC). Hal tersebut berarti bahwa Varian Centaurus saat ini memang dimonitor secara ketat oleh WHO, meskipun demikian, belum ada pembuktian kuat bahwa varian ini akan menyebabkan permasalahan yang lebih besar dan signifikan, jika dibandingkan dengan varian-varian Covid sebelumnya.
 
Meskipun Varian Centaurus saat ini belum masuk ke dalam klasifikasi VOC, keberadaan Varian Centaurus telah menimbulkan gejolak-gejolak di berbagai negara di dunia, yang tadinya telah relatif tenang karena terkendalinya kasus Covid selama beberapa waktu sebelumnya. Di India sendiri, peningkatan jumlah kasus Covid Centaurus telah diikuti oleh peningkatan yang cukup signifikan dari kasus rawat inap dan kematian akibat Covid di India. Peningkatan angka mortalita dan morbidita ini telah menyebabkan Varian Centaurus menerima julukan ‘scariant’ dari masyarakat. Hal ini senada dengan pernyataan dari Dr Eleanor Gaunt selaku Virologist dari University of Edinburgh, yang menyatakan ‘kebingungan’ para ilmuwan dunia terkait begitu cepatnya Varian Centaurus ini menjadi varian yang begitu dominan di dunia.

Salah satu hipotesis dari kemampuan dominasi Varian Centaurus adalah fakta bahwa semua Vaksin Covid yang saat ini tersedia di dunia masih belum mampu untuk mencegah terjadinya reinfeksi Covid.  Kita harus mengingat bahwa pada hakikatnya, varian-varian baru dari SARS-CoV-2 merupakan bentuk mutasi dari virus ‘original’-nya. Virus yang bermutasi dapat memiliki kemampuan yang lebih dari virus ‘original’-nya, salah satunya adalah kemampuan untuk menghindari imunitas manusia, baik itu imunitas yang disebabkan oleh riwayat infeksi Covid sebelumnya, ataupun imunitas yang disebabkan oleh pemberian vaksin.

Mutasi yang terjadi pada SARS-CoV-2 sedikit banyak telah mengubah struktur molekul dari SARS-CoV-2. Replikasi dan penyebaran virus dengan struktur molekul yang baru akan menyebabkan gelombang infeksi dan kasus baru, seperti yang telah kita lihat pada Varian Omicron BA.4 dan BA.5. Oleh karena itu, sistem imun kita semakin lama akan semakin kesulitan untuk mengenali dan merespon virus yang masuk ke dalam tubuh kita, karena memang akan selalu ada yang baru dari struktur molekul SARS-CoV-2. Kondisi inilah yang disebut sebagai ‘immune evasion’.

Berkat telah dikembangkannya Vaksin Covid, dunia mungkin tidak akan lagi mengalami gelombang dahsyat kematian atau rawat inap dalam menghadapi Covid Centaurus ataupun varian-varian lain yang mungkin nanti akan muncul ke depannya. Meskipun demikian, dengan terus adanya potensi kelahiran varian-varian baru ke depannya, kita tidak dapat sepenuhnya ‘menggantungkan diri’ hanya kepada Vaksin Covid. Memang, pemberian vaksin akan menurunkan kemungkinan kematian dan kesakitan pada penerimanya. Namun, sakit tetaplah sakit, dan itu bukanlah hal yang menyenangkan, meskipun sakitnya masih masuk ke derajat ringan. Terlebih, apabila sakit tersebut dapat diderita oleh banyak orang sekaligus, atau dapat terjadi berulang kali (reinfeksi).

Infeksi Covid pertama berkaitan erat dengan peningkatan risiko yang bersifat akut –baik itu risiko kematian maupun kesakitan-, serta risiko sekuel (Long Covid) pada sistem pernafasan dan sistem tubuh lainnya. Sementara itu, reinfeksi –alias infeksi kedua dan seterusnya-, berkaitan erat dengan peningkatan risiko dari infeksi pertama, dalam tingkatan yang belum dapat didefinisikan dengan pasti. Studi bertajuk Outcomes of SARS-CoV-2 Reinfection yang dilakukan oleh Ziyad Al-Aly, Benjamin Bowe, dan Yan Xie menunjukkan bahwa dibandingkan dengan infeksi pertama, reinfeksi menimbulkan risiko tambahan pada kejadian kematian, rawat inap, dan Long Covid pada penderitanya, baik itu pada sistem pernafasan, maupun pada sistem non-pernafasan (kardiovaskular, koagulasi dan hematologi, diabetes dan hormonal, gastrointestinal, ginjal dan saluran kemih, muskuloskeletan, neurologis, dan kesehatan mental. Risiko-risiko tersebut disebut masih terlihat bahkan lebih dari enam bulan setelah kejadian reinfeksi.
 
Masih adanya kemungkinan kemunculan varian-varian baru serta potensi peningkatan risiko setelah reinfeksi menginisiasi munculnya ide/inovasi pengembangan ‘Vaksin Universal’ atau ‘Vaksin Pan-Coronavirus’. Inovasi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk menginduksi kekebalan tubuh terhadap berbagai varian struktur molekul virus. Metode kerja inovasi vaksin ini mirip dengan penggunaan jaring yang lebar, yang bertujuan untuk menjaring seluruh ikan yang ada di sekitarnya, sekaligus mencegah ikan untuk berenang dan menyingkir dari jaring. Dengan inovasi vaksin ini, kita dapat memiliki kekebalan yang lebih ‘luas’ terhadap potensi varian-varian baru yang akan muncul ke depannya.

Salah satu model Vaksin Pan-Coronavirus yang telah mulai dikembangkan adalah Vaksin mRNA-1287 dari Moderna. Vaksin ini dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi populasi dunia dari dua Alpha-Coronavirus dan dua Beta-Coronavirus, yang mana kedua virus ini secara kolektif menyumbangkan 10 – 30% kasus flu dari keseluruhan kasus flu pada populasi dewasa. Raffael Nachbagauer selaku Head of Infectious Disease Development di Moderna menyampaikan bahwa hakikat dari pengembangan vaksin ini lebih kepada upaya untuk mengurangi beban dari penyakit Coronavirus musiman yang saat ini belum tertangani pada populasi.

Bentuk inovasi lainnya yang dapat dipertimbangkan adalah pengembangan vaksin yang dapat menginduksi kekebalan yang lebih baik dalam sistem pernafasan. Vaksin Intranasal dapat berperan besar dalam objektif ini, di mana Vaksin Intranasal dapat melatih kekebalan tubuh kita dan membuat lebih banyak antibodi dalam lendir hidung dan tenggorokan. Metode vaksin dan imunitas ini diharapkan dapat menghentikan infeksi dan replikasi SARS-CoV-2 saat memasuki sel tubuh kita. Hingga saat ini, setidaknya 12 kandidat Vaksin Intranasal sedang dalam proses uji klinis.

Meskipun pada suatu virus telah terjadi sejumlah mutasi, pada dasarnya virus tersebut masih akan mempertahankan sebagian struktur dari varian ‘original’-nya. Dalam hal ini, pada Varian Centaurus pun masih akan terdapat struktur-struktur yang serupa dengan Varian Wuhan. Hal serupa pertama adalah dari segi gejala yang muncul pada penderita infeksi. Gejala yang dialami oleh penderita Covid Centaurus masih serupa dengan gejala yang muncul pada varian-varian lainnya, seperti nyeri kepala, kelelahan, nyeri tenggorokan, batuk, pilek, bersin, demam, hilangnya kemampuan indera penciuman (anosmia), dan hilangnya kemampuan indera perasa (ageusia).

Hal serupa kedua adalah dari segi metode diagnosis untuk mengkonfirmasi keberadaan virus. Dalam hal ini, pemeriksaan swab PCR maupun swab antigen yang selama ini dilakukan masih efektif dan sensitif untuk mendeteksi Covid Centaurus. Rekomendasi waktu pelaksanaan swab pun masih sama, yaitu direkomendasikan untuk dilakukan pada hari kelima atau lebih setelah terjadi paparan atau kontak dengan orang terkonfirmasi Covid.

Hal serupa ketiga sekaligus hal terpenting adalah metode pencegahan Covid Centaurus masih sama dengan metode pencegahan untuk varian-varian lainnya, yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan dengan baik, benar, dan konsisten. Ingatlah bahwa kita tidak dapat ‘memilih’ varian apa yang akan menginfeksi kita, oleh karena itu, kita harus antisipatif atas semua potensi paparan dan infeksi yang ada. Cara agar kita terhindar dari Covid Centaurus ataupun Covid varian-varian lainnya adalah dengan menghindari paparan Covid sama sekali.
 
Selain itu, ingatlah bahwa kita-kita yang telah divaksin pun masih berpotensi untuk terinfeksi Covid, dan berpotensi untuk menderita gejala dalam derajat apapun. Oleh karena itu, jangan jumawa dan lengah hanya karena kita merasa telah divaksin atau karena kita mendengar kalau gejala Covid saat ini ringan dan mirip dengan gejala flu. Kita yang memiliki komorbid akan tetap berpotensi mengalami gejala yang berat. Tetaplah konsisten dalam menerapkan protokol kesehatan, karena hanya dengan protokol kesehatan, kita dapat melindungi diri dan keluarga kita.

Stay safe and healthy, semuanya!

Author

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id