Reasuransi Jiwa
Badai Sitokin pada Penderita Covid
Beberapa waktu yang lalu, kita mendengar berita adanya seorang
public figure di Indonesia yang baru sembuh dari Covid.
Public figure tersebut menyatakan bahwa sebelum dinyatakan sembuh, dirinya sempat mengalami badai sitokin dan berada dalam kondisi kritis. Selama pandemi ini, kita mungkin sudah sering mendengar penyebutan badai sitokin sebagai salah satu penyebab dari kematian penderita Covid. Nah, sebenarnya, apa sih yang disebut dengan badai sitokin itu dan bagaimana kondisi tersebut bisa menyebabkan kematian pada penderita Covid?
Sumber foto: www.freepik.com
Sebelum membahas tentang badai sitokin, ada baiknya jika kita mengenal apa itu sitokin terlebih dahulu. Sitokin merupakan salah satu molekul protein yang berperan dalam pembentukan dan pengaturan sistem kekebalan tubuh. Sitokin juga turut berperan dalam proses imunitas, inflamasi, dan
hematopoiesis. Berdasarkan efeknya pada limfosit dan sel imun lainnya, sitokin dibagi menjadi dua, yaitu sitokin pro-inflamasi dan sitokin anti-inflamasi. Sitokin pro-inflamasi adalah sitokin yang berperan dalam meningkatkan reaksi peradangan dan memiliki sifat agelsik. Sitokin pro-inflamasi ini diproduksi pada fase awal infeksi, yang mana bertujuan untuk mengeliminasi patogen yang masuk ke dalam sel. Yang termasuk ke dalam sitokin pro-inflamasi di antaranya adalah TNF ?, IL-1?, dan IL-6. Sementara, sitokin anti-inflamasi adalah sitokin yang berperan dalam menurunkan reaksi peradangan dan membantu proses perbaikan jaringan tubuh. Sitokin anti-inflamasi ini diproduksi pada fase lanjut infeksi dan memiliki sifat analgesik. Yang termasuk ke dalam sitokin anti-inflamasi di antaranya adalah IL-4 dan IL-10.
Sitokin memiliki peranan yang sangat besar dalam upaya memerangi patogen penyebab infeksi. Sayangnya, dalam kondisi tertentu, aksi dari sitokin dapat menjadi berlebihan dan tidak terkontrol. Pada kondisi tersebut, sitokin tidak hanya bisa membunuh patogen penyebab infeksi, melainkan juga bisa menyebabkan peradangan dan kerusakan organ tubuh. Kondisi inilah yang disebut sebagai badai sitokin (
cytokine storm).
Pada penderita Covid, ketika virus pertama kali masuk ke dalam tubuh, sel-sel darah putih akan merespon dengan memproduksi sitokin dan menggerakkan sitokin tersebut menuju jaringan yang terinfeksi. Sitokin tersebut kemudian akan berikatan dengan reseptor sel yang terinfeksi, untuk memicu reaksi peradangan yang bertujuan untuk ‘membersihkan’ sel dari virus dan membunuh virus tersebut.
Sumber foto: www.freepik.com
Berdasarkan data dan statistik yang ada, dari seluruh penderita Covid, 80% di antaranya akan mengalami gejala ringan, 15% di antaranya akan mengalami gejala sedang-berat, dan 5% di antaranya akan mengalami gejala sangat berat atau kritis. Pada penderita dengan gejala ringan atau sedang, durasi kerja sitokin akan berlangsung secara singkat. Sitokin memang normalnya akan otomatis berhenti bekerja apabila tubuh telah berhasil memerangi infeksi. Sayangnya, pada penderita bergejala berat atau sangat berat, sitokin pada tubuhnya tidak dapat berhenti mengirimkan sinyal, sehingga sel-sel imunitas terus diproduksi dan bereaksi dengan berlebihan. Hal tersebut dapat diperparah apabila penderita bergejala berat ini juga memiliki penyakit komorbid atau kondisi tertentu yang dapat mengakibatkan gangguan sistem imun. Inilah saat di mana badai sitokin terjadi, dan paru-paru sebagai organ yang paling terdampak akan mengalami peradangan hebat, akibat upaya berlebihan dari sistem imun untuk membunuh virus.
Fenomena badai sitokin ini memang dapat terjadi pada siapa saja, namun, orang dengan penyakit komorbid, gangguan sistem imun, dan kelainan genetik tertentu lebih berisiko untuk mengalami badai sitokin. Yang lebih berbahaya lagi, badai sitokin ini dapat terjadi secara mendadak dan membuat perburukan kondisi penderita Covid dapat terjadi secara cepat. Oleh karena itu, penderita Covid harus mewaspadai tanda bahaya yang mengindikasikan adanya badai sitokin, yaitu demam yang tiba-tiba muncul atau memburuk setelah hari ke-5 infeksi, batuk atau sesak yang bertambah berat, dan penurunan saturasi yang terjadi secara konsisten dan bertahap. Apabila penderita Covid mengalami tanda bahaya tersebut, hendaknya penderita segera menuju ke fasilitas kesehatan agar bisa segera mendapat penanganan dan pengobatan, untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti gangguan pembekuan darah, gagal fungsi organ, dan bahkan kematian.
Penderita Covid yang mengalami badai sitokin umumnya akan memerlukan perawatan intensif di
Intensive Care Unit (ICU), agar bisa mendapatkan pengawasan yang intensif, khususnya untuk
vital sign dan fungsi organ-organ tubuhnya. Selain itu, pemasangan
ventilator atau terapi cuci darah (
hemodialysis) dapat dipertimbangkan untuk dilakukan apabila dinilai diperlukan.
Bagaimana kita bisa mencegah terjadinya badai sitokin?
Hal yang pertama harus diingat adalah kita tidak akan dapat tahu atau memilih apakah kita akan terinfeksi Covid dengan gejala ringan, sedang, atau berat. Oleh karena itu, langkah pertama dari pencegahan badai sitokin adalah dengan mencegah diri kita untuk terpapar dan terinfeksi Covid, yang mana, dapat dilakukan dengan cara menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan konsisten.
Pemberian Vaksin Covid juga memiliki peranan penting dalam pencegahan badai sitokin. Vaksin Covid memang tidak bisa membuat kita kebal dari infeksi Covid, namun, Vaksin Covid dapat menurunkan kemungkinan kita untuk mengalami gejala berat apabila terinfeksi Covid. Dengan menurunnya kemungkinan kita untuk mengalami gejala berat, kemungkinan kita untuk mengalami peradangan berat dan badai sitokin pun juga akan turut mengalami penurunan.
Penerapan pola hidup sehat juga memiliki peranan yang tak kalah penting dalam upaya pencegahan badai sitokin. Walaupun fenomena badai sitokin ini seolah baru ‘
booming’ saat pandemi Covid terjadi, sebenarnya, fenomena badai sitokin bukanlah hal yang baru di dunia medis dan dapat terjadi pada penderita infeksi apapun. Hal penting yang harus diingat adalah badai sitokin lebih berisiko untuk diderita oleh orang yang memiliki penyakit komorbid, seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes mellitus. Oleh karena itu, penerapan pola hidup sehat yang merupakan salah satu metode pencegahan dari penyakit-penyakit komorbid tersebut diharapkan juga bisa membantu menghindarkan diri kita dari badai sitokin apabila kita terinfeksi Covid.
Hal yang tak kalah penting dari metode pencegahan di atas adalah tindakan pemantauan yang intensif dan berkala pada penderita Covid. Kita harus mengingat bahwa badai sitokin terjadi karena proses peradangan pada tubuh masih terus berlangsung setelah proses infeksi selesai. Oleh karena itu, selain mewaspadai tanda-tanda bahaya yang merupakan indikasi dari terjadinya badai sitokin, kita juga harus bijak dalam menyatakan kesembuhan pada pasien Covid. Hasil negatif pada pemeriksaan PCR atau antigen bukanlah hal utama dalam kesembuhan pasien Covid. Hal yang harus lebih menjadi perhatian adalah gejala yang dialami –apakah mengalami perbaikan atau malah perburukkan-, serta temuan dari pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan, seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah (LED, CRP, dan D-dimer), serta pemeriksaan pencitraan (rontgen atau CT
scan dada).
Stay safe and healthy, semuanya J
********