04 December 2023 4341
Reasuransi Jiwa

Infeksi HPV, Kanker Cervix, dan Metode Pencegahannya

Kanker cervix merupakan salah satu penyakit yang menjadi momok bagi kaum wanita. Pada tahun 2020, dari total insidensi kanker di Indonesia yang tercatat sebanyak 396.914 kasus, insidensi kanker cervix tercatat mencapai 36.633 kasus atau sekitar 9.2% dari seluruh insidensi kanker di Indonesia. Dengan statistik tersebut, kanker cervix menempati peringkat kedua sebagai kanker dengan insidensi tertinggi di Indonesia, di mana peringkat satunya ditempati oleh kanker payudara. Angka tersebut telah menjadi concern bagi Pemerintah dan masyarakat, sehingga penting bagi kita bersama untuk meningkatkan awareness kita akan bahaya kanker cervix serta langkah-langkah preventif untuk mencegah kejadian kanker cervix.
 
Sebelum kita membahas terkait upaya preventif kanker cervix, ada baiknya apabila kita mengulas terlebih dahulu detail dari kanker cervix itu sendiri.
 
Kanker cervix adalah keganasan yang bermula dari sel-sel leher rahim alias cervix. Sebagian besar kasus kanker cervix –atau sekitar 95% kasus kanker cervix- disebabkan oleh infeksi HPV (Human Papillomavirus). HPV merupakan salah satu DNA-virus yang menjadi penyebab dari beberapa jenis infeksi pada kulit dan sel mukosa. Di dunia ini terdapat lebih dari 100 tipe HPV, namun tidak semua tipe HPV tersebut menyebabkan infeksi yang dapat berkembang menjadi kanker cervix.
 
Secara umum, 100 tipe HPV tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu HPV yang berisiko rendah untuk menyebabkan kanker cervix dan HPV yang berisiko tinggi untuk menyebabkan kanker cervix. Dari 100 tipe HPV, terdapat lebih dari 13 tipe HPV yang berisiko tinggi untuk menyebabkan kanker cervix, termasuk di antaranya adalah HPV Tipe 16 dan HPV Tipe 18 yang menjadi penyebab dari sekitara 70% kasus kanker cervix.
 
Infeksi HPV merupakan salah satu infeksi yang dapat dikatakan sangat menular (highly transmissible). Metode penularan infeksi HPV dapat terjadi melalui kontak seksual, berbagi barang pribadi, atau kontak langsung dengan kulit penderita yang terluka. Dikarenakan kontak seksual merupakan salah satu metode penularan infeksi HPV, orang yang memiliki lebih dari satu pasangan seksual merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi untuk menderita infeksi HPV. Selain itu, terdapat beberapa kelompok lain yang juga memiliki risiko tinggi untuk menderita infeksi HPV, di antaranya adalah orang yang aktif secara seksual sejak usia dini, orang yang kurang menjaga kebersihan diri, serta orang dengan sistem imun yang tidak baik.
 
Meskipun memiliki keterkaitan yang erat dengan kanker cervix, tanda dan gejala dari infeksi HPV tidak selalu berupa kelainan pada cervix dan alat kelamin. Penderita HPV –terutama HPV yang berisiko rendah untuk menjadi kanker cervix- umumnya akan mengalami kelainan pada kulit dalam bentuk munculnya kutil yang dapat terjadi pada alat kelamin, telapak kaki, jari, wajah, maupun bagian-bagian tubuh lainnya. Pada pria, infeksi HPV umumnya bermanifestasi dalam bentuk kemunculan kutil pada penis dan sekitarnya. Kutil kelamin ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dan tentunya kutil ini dapat menular pada orang lain yang berkontak dengannya.
 
Penegakkan diagnosis infeksi HPV sebaiknya tidak hanya dilakukan melalui pemeriksaan fisik saja, melainkan, sebaiknya turut ada pemeriksaan pendukung yang mampu mengkonfirmasi dugaan diagnosis infeksi HPV. Beberapa pemeriksaan pendukung yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan dengan larutan asam asetat, pap smear, dan HPV DNA. Pemeriksaan larutan asam asetat dilakukan dengan mengolesi area genital atau area lainnya yang terindikasi terinfeksi HPV dengan larutan asam asetat. Apabila area tersebut mengalami perubahan warna menjadi keputihan, maka diagnosis infeksi HPV dapat ditegakkan.
 
Pemeriksaan pap smear dilakukan dengan metode yang sedikit lebih invasif ketimbang pemeriksaan larutan asam asetat. Pemeriksaan pap smear dilakukan dengan metode pemeriksaan dalam, di mana dokter akan mengambil sample dari area cervix wanita. Sample tersebut kemudian akan diteliti untuk dilihat apakah telah terjadi perubahan sel dari sel normal ke sel yang terindikasi terinfeksi HPV, atau bahkan telah berubah menjadi sel ganas (kanker) yang dapat menginfeksi sel-sel normal di sekitarnya. Selain dapat mengkonfirmasi dugaan infeksi HPV, pemeriksaan pap smear ini juga dapat membantu menegakkan diagnosis kanker cervix.
 
Pemeriksaan HPV DNA dilakukan dengan tujuan menemukan DNA dari HPV (Human Papillomavirus). Pemeriksaan ini dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan pap smear, atau yang terbaru adalah dapat dilakukan dengan pemeriksaan urine. Melalui pemeriksaan pap smear, dokter ingin mengetahui apakah pada sample cervix pasien terdapat DNA dari HPV yang dapat mengkonfirmasi dugaan infeksi HPV. DNA dari HPV tersebut juga dapat menunjukkan apakah HPV yang ditemukan merupakan tipe risiko rendah atau risiko tinggi penyebab kanker cervix. Sementara itu, melalui pemeriksaan urine, dokter ingin mengetahui apakah terdapat DNA HPV pada sample urine pasien, yang dapat mengindikasikan ada atau tidaknya infeksi HPV.
 
Dilihat dari proses patofisiologi penyakit, infeksi HPV membutuhkan waktu sekitar 5 – 20 tahun untuk dapat berkembang menjadi kanker cervix. Sebelum berkembang menjadi kanker cervix, infeksi HPV tersebut relatif jarang menimbulkan gejala. Setelah kanker relatif menyebar, barulah penderita mengalami beberapa tanda dan gejala seperti adanya perdarahan pervaginam saat melakukan hubungan seksual, adanya perdarahan pervaginam di luar periode menstruasi, adanya perdarahan pervaginam setelah terjadi menopause, siklus menstruasi yang tidak teratur, perdarahan berat pada saat periode menstruasi, keputihan yang berbau busuk serta berbeda warna dan konsistensi, nyeri area panggul dan pinggang bawah, nyeri saat berhubungan seksual (dyspareunia), serta kelelahan berlebihan dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, yang terutama terjadi pada saat kanker sudah sangat menyebar.
 
Pengobatan kanker cervix dapat dilakukan melalui beberapa metode. Alternatif metode pengobatan kanker cervix tersebut tergantung pada stadium kanker cervix itu sendiri. Pada beberapa kasus, pengobatan kanker cervix dapat dilakukan melalui pengangkatan sel kanker, baik melalui metode Konizasi (pengangkatan jaringan abnormal pada cervix), Hysterectomy (pembedahan untuk pengangkatan rahum), serta Radical Hysterectomy (pengangkatan rahim, kelenjar getah bening yang terinfeksi, serta jaringan di sekitarnya). Pengobatan kanker cervix juga dapat dilakukan dengan metode penghancuran sel kanker melalui metode Radioterapi dan Kemoterapi. Metode pengobatan lain juga dapat dilakukan dengan Targeted Cell Therapy yang bertujuan menghambat pertumbuhan sel kanker serta Immunotherapy yang bertujuan meningkatkan kekebalan tubuh penderita untuk melawan sel kanker.
 
Dikarenakan kanker cervix hampir tidak menunjukkan gejala apapun kecuali sudah mencapai stadium lanjut, upaya pencegahan kanker cervix harus digalakkan untuk membantu menurunkan insidensi kanker cervix. Metode pencegahan kanker cervix dapat dilakukan dengan memiliki gaya hidup yang sehat, termasuk di antaranya healthy sexual behavior. Memiliki hanya satu pasangan seksual dan tidak berhubungan seksual pada usia yang sangat dini dapat membantu menjauhkan kita dari paparan infeksi HPV, termasuk tipe HPV yang berisiko tinggi menyebabkan kanker cervix. Selain itu, menjaga kebersihan diri –termasuk kebersihan alat kelamin- juga dapat membantu menjauhkan kita dari risiko terinfeksi HPV dan menderita kanker cervix.
 
Metode pencegahan juga dapat dilakukan dengan pemberian Vaksinasi HPV. Secara umum, terdapat dua tipe Vaksin HPV, yaitu Bivalent Vaccine yang mampu mencegah infeksi HPV Tipe 16 dan Tipe 18 (yang paling berisiko tinggi menyebabkan kanker cervix) dan Tetravalent Vaccine yang mampu mencegah HPV Tipe 6, 11, 16, dan 18. Kedua tipe Vaksin HPV tersebut telah dikembangkan dan dapat diberikan pada masyarakat umum sejak tahun 2006.
 
Vaksin ini dapat direkomendasikan untuk diberikan pada kelompok usia berapapun, namun secara statistik efikasi dari vaksin ini amat tinggi apabila diberikan pada kelompok yang belum aktif secara seksual. Oleh karena itu, Vaksin HPV ini amat direkomendasikan untuk diberikan pada anak perempuan mulai dari usia 9 tahun. Pada beberapa negara, Vaksin HPV bahkan diberikan juga pada anak laki-laki, karena dinilai dapat membantu memproteksi kaum laki-laki dari potensi infeksi HPV yang dapat menyebabkan kutil kelamin.
 
Di Indonesia sendiri, mulai tahun 2023, Vaksin HPV dapat diterima secara gratis bagi anak perempuan yang bersekolah di SD atau setingkatnya Kelas 5 dan Kelas 6. Pemerintah Indonesia berharap agar program Vaksinasi HPV ini dapat menjadi bagian dari program imunisasi rutin yang didukung oleh Pemerintah. Program Vaksinasi HPV gratis dari Pemerintah Indonesia ini diharapkan dapat menjadi momentum penting untuk melindungi masyarakat Indonesia –khususnya kaum perempuan- dari bahaya kanker cervix. Kombinasi Vaksinasi HPV dengan screening dan pengobatan dini dari kanker cervix diharapkan dapat membantu menurunkan tingginya insidensi kanker cervix di Indonesia.
Stay safe and healthy, semuanya!
 
***

Penulis

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id