22 December 2020
6465
6465
Reasuransi Jiwa
COVID-19 yang disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 diketahui telah menyebabkan gangguan pencernaan pada sebagian penderitanya. Beberapa gangguan pencernaan yang muncul antara lain adalah diare, mual, muntah, dan nyeri perut. Karena COVID-19 selama ini dipandang identik dengan ‘penyakit pernafasan’, adanya gangguan pencernaan ini tentunya membuat kita semua penasaran terkait bagaimana hal tersebut dapat terjadi.
Sebuah jurnal yang bertajuk Gastrointestinal Presentation in COVID-19 in Indonesia: A Case Report yang diterbitkan oleh Muhammad K. Azwar et al menceritakan tentang seorang pasien wanita berusia 23 tahun yang menderita COVID-19. Kasus bermula ketika pasien tersebut datang ke sebuah rumah sakit di Bogor, dengan keluhan sesak nafas, kelelahan, batuk kering, nyeri otot, demam, nyeri dada, nyeri perut bagian atas (epigastric), mual, dan muntah. Dokter yang merawat pasien tersebut kemudian memutuskan agar pasien dirawat inap untuk tujuan observasi.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik, dokter menemukan adanya peningkatan suhu tubuh di 37.9°C, peningkatan denyut nadi (tachycardia) dengan denyut nadi 125 denyut/menit, dan adanya penurunan saturasi oksigen ke angka 88% pada pasien. Sementara, pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya penurunan angka hemoglobin (anemia) dan penurunan angka trombosit (trombositopenia). Menilik pada hasil pemeriksaan tersebut, diagnosis awal dari dokter pada pasien tersebut adalah suspek gastroesophageal reflux disease (GERD) dan demam dengue.
Setelah beberapa hari menjalani rawat inap, sebagian besar dari keluhan awal pasien –seperti demam, nyeri perut, mual, dan muntah- telah membaik. Namun, pasien tersebut masih terus mengeluhkan adanya sesak nafas dan batuk kering, walaupun pasien tersebut telah mendapatkan terapi oksigen sejak awal dirawat inap. Oleh dokter, pasien tersebut direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan rontgen dada, yang mana hasilnya menunjukkan adanya suspek pneumonia pada kedua lapang paru dan adanya penumpulan pada sudut kostroprenikus. Dengan temuan ini, dokter kemudian memutuskan melakukan pemeriksaan RT-PCR/swab test, dan ternyata hasilnya mengkonfirmasi adanya diagnosis COVID-19 pada pasien.
Kasus pasien di Bogor ini ternyata bukanlah temuan yang langka dan yang pertama kali ada. Para peneliti di Stanford University juga mengemukakan bahwa sepertiga dari pasien COVID-19 yang mereka teliti juga mengeluhkan adanya gangguan pencernaan. Bahkan, sebagian dari pasien yang mengalami gangguan pencernaan tersebut justru tidak mengalami gangguan pernafasan yang ‘seharusnya’ identik dengan COVID-19.
Temuan adanya gangguan pencernaan pada pasien COVID-19 turut diamini oleh para peneliti di Beijing yang melakukan studi serupa, di mana, hasil studi tersebut menyatakan bahwa 79% dari pasien COVID-19 yang mereka teliti juga mengeluhkan adanya gangguan pencernaan seperti diare, mual, muntah, dan nyeri perut.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Tongji Medical College, China. Sama seperti studi-studi di atas, hasil penelitian mereka juga menyatakan bahwa 60% dari pasien COVID-19 yang mereka teliti mengalami diare, dan bahkan, 20% dari kelompok pasien tersebut justru mengalami diare sebagai gejala awal COVID-19.
Kasus serta studi-studi di atas merupakan bukti bahwa infeksi virus SARS-CoV-2 memang benar dapat menimbulkan gangguan pencernaan. Nah, bagaimana virus yang ‘seharusnya’ identik dengan penyakit pernafasan ini justru dapat menyebabkan gangguan pencernaan?
Sebelumnya, telah diketahui bahwa SARS-CoV-2 yang telah masuk ke dalam tubuh manusia akan memasuki sel tubuh melalui reseptor khusus yang bernama angiotensin converting enzyme II (ACE-2) dan host cellular transmembrane serine protease (TMPRSS). Reseptor ACE-2 ini terdapat di berbagai bagian dan organ tubuh, termasuk di antaranya adalah sel alveolus paru-paru, esophagus, serta enterocyte ileus dan colon.
Adanya reseptor ACE-2 pada enterocyte ileus dan colon membuat SARS-CoV-2 dapat memasuki dan menginfeksi ileus dan colon. Saat terjadi infeksi pada enterocyte, terjadilah peningkatan permeabilitas dinding sel terhadap pathogen asing, dan kemudian, terjadi pula replikasi virus pada sel saluran pencernaan. Infeksi pada enterocyte ini akan menyebabkan terjadinya malabsorbsi, sehingga muncullah berbagai enteric symptom seperti diare dan muntah. Hal yang menarik dari mekanisme ini adalah jumlah dari reseptor ACE-2 di ileus dan colon justru 100 kali lipat lebih banyak dari jumlah reseptor ACE-2 di saluran pernafasan. Dengan demikian, tidak mengherankan jika gangguan pencernaan menjadi gangguan yang umum dan wajar terjadi pada infeksi COVID-19.
Adanya gangguan pencernaan pada penyakit saluran pernafasan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Berdasarkan studi yang dilakukan pada sekelompok pasien di Mass General Hospital dan telah diterbitkan pada Journal of Clinical Gastroenterology and Hepatology, penderita influenza juga dapat mengalami gangguan pencernaan, seperti diare dan nyeri perut. Hal tersebut seolah semakin menguatkan ‘kewajaran’ bahwa penderita penyakit saluran pernafasan dapat juga menderita gangguan pencernaan.
Dengan keberadaan SARS-CoV-2 di saluran pencernaan, sampel dari saluran pencernaan atau limbah dari saluran pencernaan tentunya diharapkan dapat juga dijadikan sebagai sampel dari uji diagnostik COVID-19. Asumsi tersebut bukannya tidak beralasan dan belum pernah diuji. Malahan, uji tersebut sudah pernah diteliti dan dipublikasikan pada Journal of American Medical Association (JAMA), di mana dinyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 memang terbukti dapat ditemukan pada feses penderitanya, walaupun sensitivitas dari uji diagnostik COVID-19 yang dilakukan dengan sampel feses masih berada pada kisaran angka 29%.
Penelitian akan aktivitas SARS-CoV-2 pada saluran pencernaan hingga saat ini masih terus dilakukan. Berdasarkan pengamatan mikroskop elektron, para peneliti menemukan fakta bahwa SARS-CoV-2 ternyata tidak hanya dapat ditemukan pada sel-sel usus, melainkan juga dapat bereplikasi di dalamnya. Walaupun demikian, belum dapat disimpulkan apakah temuan ini akan mengarah kepada asumsi bahwa transmisi COVID-19 juga dapat terjadi secara fecal-oral, sebagaimana umumnya terjadi pada penyakit yang menyerang saluran pencernaan.
Temuan adanya gangguan pencernaan pada infeksi COVID-19 ini tak ayal membuat penegakkan diagnosis menjadi sedikit lebih ‘tricky’. Pasalnya, dokter terkadang menjadi bingung bagaimana caranya untuk membedakan apakah gangguan pencernaan yang dialami oleh pasien merupakan gejala dari penyakit saluran pencernaan atau gejala dari COVID-19.
Hal ini membuat tenaga kesehatan menyadari pentingnya untuk kembali ke dasar ilmu kesehatan, di mana, kita harus melihat suatu kasus secara keseluruhan untuk dapat menegakkan suatu diagnosis. Kita hendaknya tidak hanya melihat pasien dari gejala atau keluhannya saja, melainkan juga dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta riwayat perjalanan dan kontak dari pasien tersebut. Selain itu, penting bagi kita untuk turut menggali riwayat penyakit yang pernah pasien alami. Karena, sebuah studi juga mengungkapkan bahwa adanya riwayat penyakit saluran pencernaan sebelumnya pada pasien COVID-19 dapat membuat pasien tersebut lebih rentan mengalami gangguan pencernaan pada saat terinfeksi COVID-19. Misalnya, pada pasien yang memiliki riwayat penyakit radang usus, pasien tersebut lebih berisiko mengalami gangguan pencernan apabila dia terinfeksi COVID-19.
Nah, semangat, ya, para dokter. Tugas anda di masa pandemi ini tidak mudah, nih! J
Gangguan Pencernaan Pada Kasus Covid-19
COVID-19 yang disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 diketahui telah menyebabkan gangguan pencernaan pada sebagian penderitanya. Beberapa gangguan pencernaan yang muncul antara lain adalah diare, mual, muntah, dan nyeri perut. Karena COVID-19 selama ini dipandang identik dengan ‘penyakit pernafasan’, adanya gangguan pencernaan ini tentunya membuat kita semua penasaran terkait bagaimana hal tersebut dapat terjadi.
Sumber foto: www.freepik.com
Sebuah jurnal yang bertajuk Gastrointestinal Presentation in COVID-19 in Indonesia: A Case Report yang diterbitkan oleh Muhammad K. Azwar et al menceritakan tentang seorang pasien wanita berusia 23 tahun yang menderita COVID-19. Kasus bermula ketika pasien tersebut datang ke sebuah rumah sakit di Bogor, dengan keluhan sesak nafas, kelelahan, batuk kering, nyeri otot, demam, nyeri dada, nyeri perut bagian atas (epigastric), mual, dan muntah. Dokter yang merawat pasien tersebut kemudian memutuskan agar pasien dirawat inap untuk tujuan observasi.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik, dokter menemukan adanya peningkatan suhu tubuh di 37.9°C, peningkatan denyut nadi (tachycardia) dengan denyut nadi 125 denyut/menit, dan adanya penurunan saturasi oksigen ke angka 88% pada pasien. Sementara, pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya penurunan angka hemoglobin (anemia) dan penurunan angka trombosit (trombositopenia). Menilik pada hasil pemeriksaan tersebut, diagnosis awal dari dokter pada pasien tersebut adalah suspek gastroesophageal reflux disease (GERD) dan demam dengue.
Setelah beberapa hari menjalani rawat inap, sebagian besar dari keluhan awal pasien –seperti demam, nyeri perut, mual, dan muntah- telah membaik. Namun, pasien tersebut masih terus mengeluhkan adanya sesak nafas dan batuk kering, walaupun pasien tersebut telah mendapatkan terapi oksigen sejak awal dirawat inap. Oleh dokter, pasien tersebut direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan rontgen dada, yang mana hasilnya menunjukkan adanya suspek pneumonia pada kedua lapang paru dan adanya penumpulan pada sudut kostroprenikus. Dengan temuan ini, dokter kemudian memutuskan melakukan pemeriksaan RT-PCR/swab test, dan ternyata hasilnya mengkonfirmasi adanya diagnosis COVID-19 pada pasien.
Kasus pasien di Bogor ini ternyata bukanlah temuan yang langka dan yang pertama kali ada. Para peneliti di Stanford University juga mengemukakan bahwa sepertiga dari pasien COVID-19 yang mereka teliti juga mengeluhkan adanya gangguan pencernaan. Bahkan, sebagian dari pasien yang mengalami gangguan pencernaan tersebut justru tidak mengalami gangguan pernafasan yang ‘seharusnya’ identik dengan COVID-19.
Temuan adanya gangguan pencernaan pada pasien COVID-19 turut diamini oleh para peneliti di Beijing yang melakukan studi serupa, di mana, hasil studi tersebut menyatakan bahwa 79% dari pasien COVID-19 yang mereka teliti juga mengeluhkan adanya gangguan pencernaan seperti diare, mual, muntah, dan nyeri perut.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Tongji Medical College, China. Sama seperti studi-studi di atas, hasil penelitian mereka juga menyatakan bahwa 60% dari pasien COVID-19 yang mereka teliti mengalami diare, dan bahkan, 20% dari kelompok pasien tersebut justru mengalami diare sebagai gejala awal COVID-19.
Kasus serta studi-studi di atas merupakan bukti bahwa infeksi virus SARS-CoV-2 memang benar dapat menimbulkan gangguan pencernaan. Nah, bagaimana virus yang ‘seharusnya’ identik dengan penyakit pernafasan ini justru dapat menyebabkan gangguan pencernaan?
Sebelumnya, telah diketahui bahwa SARS-CoV-2 yang telah masuk ke dalam tubuh manusia akan memasuki sel tubuh melalui reseptor khusus yang bernama angiotensin converting enzyme II (ACE-2) dan host cellular transmembrane serine protease (TMPRSS). Reseptor ACE-2 ini terdapat di berbagai bagian dan organ tubuh, termasuk di antaranya adalah sel alveolus paru-paru, esophagus, serta enterocyte ileus dan colon.
Adanya reseptor ACE-2 pada enterocyte ileus dan colon membuat SARS-CoV-2 dapat memasuki dan menginfeksi ileus dan colon. Saat terjadi infeksi pada enterocyte, terjadilah peningkatan permeabilitas dinding sel terhadap pathogen asing, dan kemudian, terjadi pula replikasi virus pada sel saluran pencernaan. Infeksi pada enterocyte ini akan menyebabkan terjadinya malabsorbsi, sehingga muncullah berbagai enteric symptom seperti diare dan muntah. Hal yang menarik dari mekanisme ini adalah jumlah dari reseptor ACE-2 di ileus dan colon justru 100 kali lipat lebih banyak dari jumlah reseptor ACE-2 di saluran pernafasan. Dengan demikian, tidak mengherankan jika gangguan pencernaan menjadi gangguan yang umum dan wajar terjadi pada infeksi COVID-19.
Adanya gangguan pencernaan pada penyakit saluran pernafasan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Berdasarkan studi yang dilakukan pada sekelompok pasien di Mass General Hospital dan telah diterbitkan pada Journal of Clinical Gastroenterology and Hepatology, penderita influenza juga dapat mengalami gangguan pencernaan, seperti diare dan nyeri perut. Hal tersebut seolah semakin menguatkan ‘kewajaran’ bahwa penderita penyakit saluran pernafasan dapat juga menderita gangguan pencernaan.
Dengan keberadaan SARS-CoV-2 di saluran pencernaan, sampel dari saluran pencernaan atau limbah dari saluran pencernaan tentunya diharapkan dapat juga dijadikan sebagai sampel dari uji diagnostik COVID-19. Asumsi tersebut bukannya tidak beralasan dan belum pernah diuji. Malahan, uji tersebut sudah pernah diteliti dan dipublikasikan pada Journal of American Medical Association (JAMA), di mana dinyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 memang terbukti dapat ditemukan pada feses penderitanya, walaupun sensitivitas dari uji diagnostik COVID-19 yang dilakukan dengan sampel feses masih berada pada kisaran angka 29%.
Penelitian akan aktivitas SARS-CoV-2 pada saluran pencernaan hingga saat ini masih terus dilakukan. Berdasarkan pengamatan mikroskop elektron, para peneliti menemukan fakta bahwa SARS-CoV-2 ternyata tidak hanya dapat ditemukan pada sel-sel usus, melainkan juga dapat bereplikasi di dalamnya. Walaupun demikian, belum dapat disimpulkan apakah temuan ini akan mengarah kepada asumsi bahwa transmisi COVID-19 juga dapat terjadi secara fecal-oral, sebagaimana umumnya terjadi pada penyakit yang menyerang saluran pencernaan.
Temuan adanya gangguan pencernaan pada infeksi COVID-19 ini tak ayal membuat penegakkan diagnosis menjadi sedikit lebih ‘tricky’. Pasalnya, dokter terkadang menjadi bingung bagaimana caranya untuk membedakan apakah gangguan pencernaan yang dialami oleh pasien merupakan gejala dari penyakit saluran pencernaan atau gejala dari COVID-19.
Hal ini membuat tenaga kesehatan menyadari pentingnya untuk kembali ke dasar ilmu kesehatan, di mana, kita harus melihat suatu kasus secara keseluruhan untuk dapat menegakkan suatu diagnosis. Kita hendaknya tidak hanya melihat pasien dari gejala atau keluhannya saja, melainkan juga dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta riwayat perjalanan dan kontak dari pasien tersebut. Selain itu, penting bagi kita untuk turut menggali riwayat penyakit yang pernah pasien alami. Karena, sebuah studi juga mengungkapkan bahwa adanya riwayat penyakit saluran pencernaan sebelumnya pada pasien COVID-19 dapat membuat pasien tersebut lebih rentan mengalami gangguan pencernaan pada saat terinfeksi COVID-19. Misalnya, pada pasien yang memiliki riwayat penyakit radang usus, pasien tersebut lebih berisiko mengalami gangguan pencernan apabila dia terinfeksi COVID-19.
Nah, semangat, ya, para dokter. Tugas anda di masa pandemi ini tidak mudah, nih! J
***
Penulis
dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ
Email: laras@indonesiare.co.id
Artikel
- InsurTech: A Growing Synergy Between Insurance, Technology, and Healthcare
13 Sep 2024
885 kali - Sepak Terjang Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS)09 Jul 20241240 kali
- Pengaruh Penggunaan Proton Pump Inhibitor terhadap Gangguan Kandung Empedu27 Jun 20241297 kali
- Mengenal ‘Disease X’, The Future Next Pandemic?06 May 20241610 kali
- Vertigo dan Meniere’s Disease02 Apr 20241730 kali
- Potensi dan Langkah Mitigasi Bahaya Rokok Elektrik07 Feb 20241457 kali
- Kebangkitan Infeksi Polio di Indonesia23 Jan 20241436 kali
- Mengenal COVID-19 Varian JN.122 Dec 20233956 kali
- Lonjakan Kasus COVID-19 di Akhir Tahun 202320 Dec 20233928 kali
- Potret Wabah ‘Pneumonia Misterius’ di Indonesia dan Dunia07 Dec 20234492 kali
- Infeksi HPV, Kanker Cervix, dan Metode Pencegahannya04 Dec 20234312 kali
- Perspektif Kepemilikan Asuransi Penyakit Kritis bagi Kelompok Usia Muda21 Nov 20234393 kali
- Kemunculan Kasus Mpox Kedua: Apakah Berpotensi Menjadi Epidemi Baru di Indonesia?30 Oct 20233637 kali
- Underweight dan Bahaya Kesehatan di Baliknya10 Oct 20233737 kali
- Penggunaan Air Purifier: Apakah Merupakan Solusi Efektif untuk Mengatasi Gangguan Pernapasan akibat Kualitas Udara Buruk?03 Oct 20233239 kali
- Fenomena Peningkatan Insidensi HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga12 Jun 20239740 kali
- Marburg Virus Disease24 May 20236235 kali
- Sudden Sensorineural Hearing Loss26 Apr 20239212 kali
- Tuberculosis pada Anak10 Apr 20239998 kali
- Flu Burung Clade 2.3.4.4b28 Mar 202311041 kali
- Penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Operasional Industri Perasuransian Nasional20 Feb 202315816 kali
- Memahami Fenomena Bonus Demografi dan Pengaruhnya pada Industri Asuransi Jiwa26 Jan 202319644 kali
- Vaksin Inavac12 Jan 202316352 kali
- Stroke Batang Otak06 Jan 202319571 kali
- Ada Apa dengan China?28 Dec 202211814 kali
- Gonorrhea Superbug21 Dec 202211642 kali
- Crimean-Congo Hemorrhagic Fever14 Dec 20226615 kali
- Vaksin IndoVac29 Nov 20225952 kali
- Cedera Sambaran Petir24 Nov 20224809 kali
- Emboli Paru dan Tragedi Perayaan Halloween di Itaewon11 Nov 20224680 kali
- Covid Subvarian XBB dan XBC03 Nov 20223964 kali
- Fenomena Resistensi Antibiotik dan Infeksi Superbug26 Oct 20224704 kali
- Telaah Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak18 Oct 20225901 kali
- Penggunaan Kendaraan Listrik dari Perspektif Kesehatan dan Lingkungan04 Oct 20228773 kali
- Zero Covid Policy22 Sep 20225450 kali
- Fenomena Antibody Dependent Enhancement (ADE) pada Sistem Imun31 Aug 20225528 kali
- Mengenal Batuk Berdarah22 Aug 20228953 kali
- Mengenal Virus Langya dan Potensi Emerging Disease12 Aug 20222556 kali
- Long Covid dalam Perspektif Asuransi Jiwa dan Kesehatan05 Aug 20222851 kali
- Covid Centaurus26 Jul 20222849 kali
- Menyikapi Penghapusan Ketentuan Waiting Period pada SEOJK PAYDI11 Jul 20224649 kali
- Telaah Ganja Medis sebagai Alternatif Pengobatan07 Jul 20224206 kali
- Ada Apa dengan BA.4 dan BA.5?24 Jun 20222366 kali
- Ramsay-Hunt Syndrome20 Jun 20222780 kali
- Keterkaitan Asma dengan GERD10 Jun 20224808 kali
- Penyakit Virus Hendra03 Jun 20222920 kali
- Mengenal Cacar Monyet26 May 20222412 kali
- Keterkaitan Infeksi Covid dengan Hepatitis Misterius19 May 20222561 kali
- Hepatitis Misterius19 May 20222628 kali
- Serba-Serbi Sakit Pinggang11 May 20224928 kali
- Evidence Based Medicine22 Apr 202217773 kali
- Mewaspadai Potensi Penyakit Ginjal pada Penyintas Covid07 Apr 20223043 kali
- Penyakit Tipes, Penyakit Masyarakat Indonesia31 Mar 20225096 kali
- Menilik Kesiapan Indonesia vs Negara Tetangga Dalam Melangkah Ke Status Endemi29 Mar 20222637 kali
- Riwayat Pandemi Flu Spanyol 191816 Mar 20227502 kali
- Son of Omicron09 Mar 20222543 kali
- Vaksin Zifivax22 Feb 20226737 kali
- Bahaya Strobo Bagi Kesehatan15 Feb 20223716 kali
- Flurona, Infeksi Apakah Itu?02 Feb 20222391 kali
- Pentingnya Warna Urine Sebagai Indikator Kesehatan25 Jan 202234554 kali
- Spinal Cord Injury17 Jan 202212187 kali
- Mengenal Gerd03 Jan 20225794 kali
- Tentang Varian Omicron10 Dec 20213170 kali
- Mengenal Nyeri Dada06 Dec 20214581 kali
- Mengenal Insomnia dan Sleep Deprivation29 Nov 202113152 kali
- Mental Health Awareness Di Lingkungan Kerja23 Nov 20218055 kali
- Dampak Kemunculan Virus Covid Subvarian Delta Plus12 Nov 20213018 kali
- Pemberian Vaksin Pfizer Pada Anak29 Oct 20213729 kali
- Risiko Myokarditis Pada Penerima Vaksin MRNA19 Oct 20217138 kali
- Pengajuan Asuransi Jiwa dan Kesehatan Bagi Penyintas Covid06 Oct 20212732 kali
- Tentang Varian Mu28 Sep 20213063 kali
- Tentang Vaksin Sputnik-V15 Sep 20214102 kali
- Badai Sitokin pada Penderita Covid01 Sep 20219553 kali
- Vaksin Moderna Di Indonesia25 Aug 20215938 kali
- Amunisi Pandemi Anak Bangsa09 Aug 20213374 kali
- Pemberian Dosis Booster pada Program Vaksinasi Covid di Indonesia05 Aug 20213834 kali
- Telaah Penggunaan Azithromycin dalam Pengobatan COVID-1928 Jul 202110629 kali
- Peranan Vitamin D dalam Imunitas23 Jul 20217281 kali
- Polemik Ivermectin dalam Pengobatan COVID-1914 Jul 20214386 kali
- Peningkatan Kasus COVID-19 pada Anak di Indonesia28 Jun 20213310 kali
- Peranan Varian Mutasi dalam Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia18 Jun 20213300 kali
- Wacana Sekolah Tatap Muka di Tengah Pandemi COVID-1914 Jun 20218281 kali
- Infeksi Jamur Hitam pada Penderita COVID-1910 Jun 20214538 kali
- Program Vaksinasi Gotong Royong09 Jun 20213770 kali
- Faedah Pemberian Terapi Plasma Konvalesen bagi Penderita COVID-1904 Jun 20214428 kali
- Fenomena Long Covid pada Penyintas18 May 20215969 kali
- Mengenal Varian P1 dari SARS-CoV-230 Apr 20213735 kali
- Vaksin COVID-19 untuk Ibu Hamil19 Apr 20213896 kali
- Mengenal Varian Trégor16 Apr 20212962 kali
- Multisystem Inflammatory Syndrome In Children (Mis-C)24 Mar 202113406 kali
- Polemik Vaksin Astrazeneca19 Mar 20215876 kali
- Tentang Varian Mutasi B 117 Yang hadir di Indonesia15 Mar 20212993 kali
- Pengembangan Vaksin Covid-19 Di Indonesia26 Feb 20214906 kali
- Rekomendasi Terbaru Kemenkes Untuk Vaksinasi Covid-1918 Feb 20215321 kali
- Proses Pengelolaan Masker Medis Bekas Pakai15 Feb 20214171 kali
- Pandemic Fatigue11 Feb 20213159 kali
- Telaah Imunitas Dalam Disiplin Ilmu Psikoneuroimunologi01 Feb 20216844 kali
- Fakta-Fakta Terkait Kejadian Kematian Penerima Vaksin Pfizer22 Jan 20214325 kali
- Kesiapan Edar Vaksin Sinovac di Indonesia15 Jan 20214122 kali
- ISOLASI MANDIRI PADA COVID-1908 Jan 20214205 kali
- Mengenal Mutasi VUI-202012/0104 Jan 20213112 kali
- Delirium pada Penderita COVID-1923 Dec 20206072 kali
- Wacana Dimulainya Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka Kembali23 Dec 20203312 kali
- Potensi Terjadinya Cross-Reactive-Immunity Terhadap Individu Yang Belum Terekspos Sars-Cov-221 Dec 20204168 kali
- Mengenal Vaksin Pfizer27 Nov 20207723 kali
- Klorokuin Dalam Pengobatan Covid-1920 Nov 20204428 kali
- Dominasi Klaster Perkantoran Pada Pandemi COVID-1920 Nov 20203491 kali
- Risiko Transmisi Covid-19 Dalam Penerbangan17 Nov 20203271 kali
- Antibody Dependent Enhancement02 Nov 202010268 kali
- Mengenal Herd Immunity24 Jul 20204251 kali
- Mungkinkah COVID-19 terjadi pada hewan?20 Jul 20203696 kali
- Virus Flu Babi G4 EA H1N1, Akankan Menjadi Pandemi Baru Di Tahun Ini ?03 Jul 20204587 kali
- Penggunaan Masker Dalam Kehidupan ‘Normal Baru’26 Jun 20203828 kali
- Kilas Balik Penanganan COVID-19 di Indonesia28 May 20203139 kali
- COVID-19 dan Penyakit Kardiovaskular11 May 20203701 kali
- Proses Pembuatan Vaksin05 May 202078815 kali
- COVID-19 dan Demam Dengue28 Apr 20203953 kali
- Mitos dan Fakta tentang COVID-1923 Mar 20203895 kali
- Menangani Gigitan Ular02 Mar 20207465 kali
- Mengenal GERD24 Feb 20207611 kali
- Serba-Serbi Jamu17 Feb 20204127 kali
- Mengoptimalkan Kekebalan Tubuh10 Feb 20203051 kali
- 2019 - Novel Coronavirus28 Jan 20203998 kali
- Vegan vs Vegetarian20 Jan 20204562 kali
- Banjir, Penyakit Pes, dan Leptospirosis13 Jan 202010174 kali
- Serba-Serbi Vitamin D06 Jan 20203343 kali
- Hyperventilation Syndrome30 Dec 201924095 kali
- Pentingnya Kalsium untuk Tubuh26 Dec 20197804 kali
- Serba-Serbi Keluarga Berencana17 Dec 20196991 kali
- Chronic Fatigue Syndrome09 Dec 20198449 kali
- Hipnosis dan Diet Hipnoterapi03 Dec 20197186 kali
- Manfaat Ikan Salmon25 Nov 20198113 kali
- Ulkus Lambung18 Nov 201916314 kali
- Sifilis12 Nov 201920976 kali
- Mengkonsumsi Vitamin C05 Nov 20196845 kali
- Skizofrenia28 Oct 20198285 kali
- Overdosis Kafein21 Oct 20193399 kali
- Bahaya Mengkonsumsi Makanan dan Minuman Panas16 Oct 201916332 kali
- Peran Kolesterol bagi Kesehatan Tubuh27 Aug 20198337 kali
- Penyebab Bau Badan14 Aug 20195155 kali
- Social Drinker05 Aug 201917567 kali
- Mengenal Kandung Empedu30 Jul 201959187 kali
- Nutrisi untuk Rambut15 Jul 20193033 kali
- Mengenal Rambut08 Jul 201947832 kali
- Apakah Menguap Itu Selalu Pertanda Mengantuk01 Jul 20198439 kali
- Serba Serbi Warna Ingus28 Jun 201923479 kali
- Mengenal Cacar Monyet21 May 20194960 kali
- Manfaat Berpuasa bagi Kesehatan06 May 20193195 kali
- Mengapa Garam Dapat Menyebabkan Tekanan Darah Meningkat?29 Apr 201928663 kali
- Mengapa Kita Mengalami Cegukan?22 Apr 201911921 kali
- Manfaat Bawang Putih15 Apr 20198957 kali
- Mau tidur siang? Ternyata ada aturannya, lho!26 Mar 20198733 kali
- Extrapulmonary Tuberculosis18 Mar 201911804 kali
- Manfaat Zat Besi untuk Tubuh14 Mar 20197938 kali
- Hipertensi pada Anak06 Mar 201927693 kali
- Gangguan Psikosomatis04 Mar 201911591 kali
- Pentingnya Tidur Untuk Kesehatan18 Feb 20198289 kali
- Waspada Demam Berdarah Dengue (DBD)!12 Feb 20199374 kali
- Fungsi Usus Buntu04 Feb 201917103 kali
- Serba-serbi Tonsil28 Jan 201934507 kali
- Protein dan Asam Amino21 Jan 201982561 kali
- Mengenal IQOS14 Jan 201937175 kali
- Mengenal Diet Keto07 Jan 20199266 kali
- Serba-Serbi Kurang Tidur31 Dec 20185161 kali
- Kolesterol yang Terlalu Rendah26 Dec 20183954 kali
- Ada Apa dengan Nasi?26 Dec 20185061 kali
- Benarkah Vape Tidak Berbahaya?11 Dec 20186947 kali
- Efusi Pleura12 Nov 201820254 kali
- Pneumonia06 Nov 20188868 kali
- Encephalitis29 Oct 20187169 kali
- Meningitis22 Oct 20189318 kali
- Imunisasi Rotavirus15 Oct 201815673 kali
- Prostatitis11 Jul 20188298 kali
- Cystitis02 Jul 201815335 kali
- Tahan Banting Selama Puasa04 Jun 20184123 kali
- Vaksin untuk anak : Iya atau Tidak?21 May 20184012 kali
- Vaksin Cacar Air, Penting atau Tidak ?30 Apr 201816102 kali
- Eclampsia23 Apr 20184838 kali
- Chikungunya12 Mar 201812984 kali
- Rubeola05 Mar 201813024 kali
- Benign Prostatic Hyperplasia05 Feb 20189134 kali
- Transplantasi Liver06 Mar 20177922 kali
- Diet sehat itu seperti apa?06 Mar 20175398 kali
- Sirosis Hati06 Mar 201718429 kali
- Pre-Diabetes, akankah menjadi Diabetes?06 Mar 201710454 kali
- Kanker Pankreas03 Mar 20178067 kali
- Kanker Lambung03 Mar 201711335 kali
- HFMD02 Mar 20179930 kali
- Cholelithiasis02 Mar 201763529 kali
- Alcohol-Related Liver Disease02 Mar 20176708 kali
- Rokok Elektronik: Penolong dari Ketergantungan atau Alternatif Baru Merokok?10 Dec 20166814 kali
Follow Us
