Pengetahuan Umum
Virus Flu Babi G4 EA H1N1, Akankan Menjadi Pandemi Baru Di Tahun Ini ?
Minggu ini, dunia dikejutkan dengan berita adanya kemunculan virus flu babi dengan strain baru yang kembali muncul di daratan Tiongkok. Hal ini tentunya membuat masyarakat dunia menjadi gelisah. Pasalnya, di saat pandemi COVID-19 masih terus merebak dan belum ada pengobatan definitif serta vaksin yang mampu menangkalnya, sekali lagi, dunia harus menghadapi ancaman adanya pandemi baru di tahun ini.
Jika ditilik ke belakang, sebenarnya, virus flu babi bukanlah hal yang baru di dunia ini. Virus flu babi sebenarnya pernah muncul pada saat pandemi flu Spanyol di tahun 1918 – 1919, namun, memang strain H1N1 yang ditemukan pada pandemi flu babi di tahun 2009 lalu adalah strain virus flu babi pertama yang ditemukan pada manusia. Hasil penelitian lebih lanjut terkait strain H1N1 menunjukkan bahwa strain tersebut merupakan rekombinasi dari beberapa genom virus influenza yang ada di dunia, di antaranya adalah virus flu babi strain lama, virus flu babi Eurasia, dan virus flu burung.
Dilansir pada website Center for Disease Control and Prevention, flu babi pada dasarnya adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan pada babi. Pada umumnya, virus ini tidak menyerang manusia, namun toh pada kenyataannya, pandemi flu babi pada tahun 2009 lalu membuktikan bahwa manusia tidak kebal terhadap virus ini. Saat virus flu babi ini menginfeksi manusia, maka virus ini akan dianggap sebagai “virus variasi” (variant virus) dan dapat memiliki karakteristik yang berbeda dengan variant awal virus.
Pada awalnya, hanya manusia yang memiliki kontak langsung dengan babi atau bersinggungan dengan lingkungan dan habitat babi lah yang berpotensi terinfeksi virus flu babi. Manusia dan babi sendiri memiliki formasi gen dan sistem imun yang berbeda, sehingga, ketika suatu virus berhasil menginfeksi manusia, virus tersebut akan beradaptasi untuk dapat menyesuaikan diri dengan jaringan tubuh manusia. Hal tersebutlah yang merupakan awal dari transmisi antar manusia-ke-manusia.
Seperti virus influenza lainnya, virus flu babi strain H1N1 juga pada akhirnya dapat ditularkan dari orang ke orang melalui droplet saluran pernapasan yang keluar pada saat batuk dan bersin. Selain itu, droplet tersebut juga dapat terbawa saat orang menyentuh permukaan yang terkena percikan droplet dari orang yang terinfeksi. Penderita dapat mulai menunjukkan gejala dalam waktu kurang dari seminggu setelah terpapar virus. Masa inkubasi yang singkat inilah yang membuat flu babi dapat menyebar dengan sangat cepat pada saat itu. Walaupun pada umumnya mayoritas penderita hanya mengalami gejala yang bersifat ringan-sedang seperti demam, batuk, sakit kepala, nyeri perut, diare, mual dan muntah, serta nyeri otot dan sendi, namun tak ayal, flu babi ini juga dapat bersifat letal terutama pada penderita yang memiliki kondisi komorbid atau memiliki imun yang tidak baik. Pada tahun 2009 – 2010, flu babi H1N1 telah merenggut sekitar 575.000 jiwa di seluruh belahan dunia. Untungnya, tidak lama kemudian, dua jenis vaksin flu babi telah berhasil dikembangkan sehingga penyebaran lebih lanjut dapat dicegah.
Setelah flu babi H1N1 berhasil ditanggulangi pada tahun 2010, penelitian terkait strain virus flu babi terus digenjot selama beberapa tahun setelahnya. Sepanjang penelitian yang berlangsung pada tahun 2011 – 2018, peneliti telah berhasil mengumpulkan lebih dari 30.000 sample swab dari hidung babi di Tiongkok. Dari penelitian tersebut, peneliti mengungkapkan bahwa virus flu babi setidaknya memiliki 179 sub-tipe virus yang akan terus bermutasi menjadi virus baru yang turut berpotensi menginfeksi manusia.
Strain virus flu babi yang baru-baru ini ditemukan oleh peneliti Tiongkok disebut sebagai G4 EA H1N1, atau dapat disingkat sebagai virus flu babi G4. Strain ini sebenarnya sudah ditemukan pada sample swab babi pada tahun 2016. Berdasarkan penelitian yang ada, strain tersebut terbukti merupakan turunan dari strain H1N1. Jika strain ini memiliki potensi infeksi setidaknya sama seperti strain pendahulunya, tentunya kekhawatiran akan adanya pandemi baru bukanlah tidak beralasan.
Kekhawatiran mulai muncul ketika penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa strain G4 juga dapat menginfeksi saluran pernafasan manusia. Hal tersebut terbukti setelah dilakukan pemeriksaan antibodi terhadap para pekerja di area peternakan babi di Tiongkok. Hasil dari pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa sekitar 10.4% dari pekerja dinyatakan positif teinfeksi virus flu babi strain G4. Strain ini terbukti dapat mengikat pada reseptor manusia dan bereplikasi di saluran pernafasan manusia.
Jika ada sedikit yang patut ‘disyukuri’ adalah strain G4 ini untuk saat ini belum menunjukkan adanya kemampuan penularan antar manusia-ke-manusia. Namun, hal tersebut tidak seharusnya membuat kita menjadi lengah karena toh semua virus influenza yang ada, pada awalnya, sebelum terjadi mutasi lebih lanjut, belum memiliki kemampuan transmisi antar manusia-ke-manusia.
Dalam website resminya, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kekhawatiran dari adanya virus flu baru adalah apakah manusia memiliki imunitas terhadapnya. Pada umumnya, infeksi-infeksi dari virus flu tipe-tipe lain sebelumnya akan membantu manusia untuk memiliki imunitas terhadap suatu virus flu baru. Setidaknya, akan membantu mengurangi tingkat keparahan (severity) apabila manusia tersebut terinfeksi virus flu tipe baru. Namun, penelitian yang ada pada saat ini menunjukkan bahwa imunitas yang dimiliki oleh seseorang terhadap strain virus flu lainnya, tidak mampu untuk mencegah dan melawan strain G4 ini. Saat sebuah populasi tidak memiliki imunitas terhadap suatu strain sama sekali, itulah saat di mana potensi wabah akan terjadi.
Saat ini, virus flu babi G4 telah menarik perhatian peneliti di berbagai belahan dunia untuk mencari lebih lanjut fakta-fakta terkait strain baru ini. Dengan demikian, diharapkan dunia akan mampu lebih dahulu tanggap dalam menangani virus flu G4 ini, seperti mencegah terjadinya mutasi atau rekombinasi strain ini lebih lanjut dan menyiapkan vaksin virus flu G4 ini sebelum terjadi pandemi. Sehingga, pandemi yang meluas seperti pandemi COVID-19 dapat dicegah.
Jumlah peternakan dan habitat babi di Indonesia memang tidak begitu banyak, namun, tidak ada salahnya kita mulai melakukan tindakan preventif untuk mencegah potensi penularan virus flu babi, terutama karena saat ini masih ada pandemi lain yang berlangsung di sekitar kita.
********