18 October 2022 5977
Reasuransi Jiwa

Telaah Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan adanya peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak dalam dua bulan terakhir ini. Berdasarkan data IDAI, terdapat setidaknya 131 anak yang mengidap gagal ginjal akut misterius, yang belum dapat diketahui penyebab pastinya. Kasus-kasus tersebut tercatat berasal dari 14 provinsi, di antaranya adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Fenomena ini tentunya mengkhawatirkan, mengingat, apabila tidak ditangani dengan cepat dan adekuat, kasus gagal ginjal akut dapat berubah menjadi gagal ginjal kronis.

Apakah sebenarnya yang menyebabkan anak-anak tersebut mengalami gagal ginjal akut?

Sebelum membahas lebih mendalam terkait gagal ginjal akut yang terjadi pada anak-anak tersebut, ada baiknya kita terlebih dahulu membahas tentang ginjal dan peranannya dalam tubuh.

Ginjal merupakan organ tubuh yang berbentuk seperti kacang dan berukuran sekitar 10 – 12 cm. Normalnya, seorang manusia memiliki dua buah ginjal, yang masing-masing terletak di sisi kanan dan kiri pada rongga perut bagian bawah. Setiap ginjal memiliki sekitar satu juta nefron, yang merupakan bagian terpenting dari fungsi penyaringan (filtrasi) yang dilakukan oleh ginjal. Salah satu peranan utama ginjal memang adalah melakukan penyaringan dan pembuangan racun, garam, mineral, cairan berlebih, serta limbah tubuh lainnya yang mengandung nitrogen (urea). Limbah-limbah tersebut nantinya akan dikeluarkan dari dalam tubuh dalam bentuk urine. Selain fungsi filtrasi, ginjal juga memiliki peranan-peranan lainnya, yaitu pengaturan keseimbangan cairan, elektrolit, dan pH, pengaturan sel darah merah, pengaturan tekanan darah, serta aktivasi vitamin D.

Ginjal dapat mengalami gangguan fungsi apabila terjadi suatu penyakit atau penyebab tertentu, misalnya, hipertensi, diabetes mellitus, autoimmune, konsumsi obat-obatan tertentu, atau kelainan genetik. Bahkan, tidak hanya gangguan fungsi, ginjal juga dapat mengalami gagal fungsi, yaitu kondisi di mana ginjal kehilangan fungsinya secara signifikan atau total, termasuk di antaranya fungsi filtrasi. Apabila dilihat dari onsetnya, gagal ginjal dapat dikelompokkan menjadi gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Gagal ginjal akut terjadi apabila penurunan fungsi ginjal terjadi secara mendadak, bahkan dalam hitungan hari. Sementara itu, gagal ginjal kronis terjadi apabila penurunan fungsi ginjal terjadi secara bertahap dalam kurun waktu yang relatif panjang.

Gagal ginjal dapat disebabkan oleh banyak faktor, namun, secara umum, penyebab dari terjadinya gagal ginjal secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penyebab pre-renal, penyebab renal, dan penyebab post-renal. Pada penyebab pre-renal, gangguan fungsi ginjal terjadi akibat gangguan aliran darah ke ginjal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh dehidrasi berat pada penderita (misalnya, diare dan muntah yang berat), perdarahan berat, luka bakar major, gagal jantung, serta reaksi alergi berat.

Pada penyebab renal, gangguan fungsi ginjal terjadi akibat abnormalitas yang terjadi pada ginjal itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya peradangan pada ginjal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi pada ginjal, autoimmune, konsumsi obat-obatan tertentu, serta konsumsi herbal tertentu.

Pada penyebab post-renal, gangguan fungsi ginjal terjadi akibat adanya sumbatan aliran urine, yang mana dapat disebabkan oleh adanya batu pada ginjal, batu pada saluran kemih lainnya, tumor atau kanker pada saluran kemih, serta pembesaran prostat.

Dikarenakan ginjal merupakan bagian dari sistem urinary, penderita gagal ginjal pada umumnya akan mengalami gangguan perkemihan, seperti berkurangnya frekuensi berkemih serta penurunan jumlah urine. Selain itu, penderita gagal ginjal juga dapat mengalami peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, percepatan laju pernafasan, mual, muntah, aritmia, kejang, hingga penurunan kesadaran. Gejala-gejala tersebut tidaklah spesifik, sehingga patut diwaspadai apabila terjadi, terutama, pada kelompok yang berisiko menderita gagal ginjal, seperti penderita hipertensi dan penderita diabetes.

Mungkin selama ini banyak yang mengira bahwa gagal ginjal hanya dapat terjadi pada orang dewasa atau orang yang berusia lanjut. Padahal, nyatanya tidak demikian, lho. Berdasarkan data IDAI, penderita gagal ginjal akut yang berhasil teridentifikasi sebagian besar berusia 5 – 8 tahun. Gagal ginjal pada anak umumnya dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, di antaranya adalah Polycystic Kidney Disease (PKD), Good-pasture Syndrome, IgA Nephropathy, Hipertensi, Diabetes, Cirrhosis, serta Sindrom Uremik Hemolitik. Dalam kasus gagal ginjal, penting untuk dapat mengidentifikasi penyebabnya, sehingga, pengobatan yang tepat dapat dilakukan, serta kerusakan dan komplikasi lebih lanjut dapat diupayakan untuk dicegah.

Bagaimana dengan kasus gagal ginjal akut yang saat ini tengah marak ditemui?

Berdasarkan data IDAI, anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut ini awalnya mengalami gejala infeksi yang tidak spesifik, yaitu demam, batuk, pilek, mual, muntah, dan diare. Perburukan kondisi dilaporkan terjadi dalam waktu yang relatif singkat, yaitu hanya sekitar 3 – 5 hari saja, sampai anak-anak tersebut mengalami gangguan berkemih yang serius. Sebagian besar anak dilarikan ke RS atau fasilitas kesehatan lainnya dengan keluhan frekuensi berkemih dan jumlah urine yang sangat berkurang. Setelah dilakukan berbagai pemeriksaan, anak-anak tersebut akhirnya didiagnosis mengalami gagal ginjal akut.

Dr. Eka Laksmi Hidayat, Sp.A (K) selaku Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi di IDAI menyampaikan bahwa sampai saat ini belum diketahui pasti penyebab dari kasus-kasus gagal ginjal akut tersebut. Meskipun demikian, IDAI menduga bahwa terdapat keterkaitan antara kasus-kasus gagal ginjal tersebut dengan riwayat Covid dan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C). Dugaan tersebut diperkuat dengan fakta bahwa sebagian besar pasien berusia kurang dari 6 tahun, dan belum mendapatkan imunitas atas Covid dari vaksinasi.

IDAI telah melakukan investigasi melalui berbagai panel infeksi virus di dalam tubuh anak-anak yang terdampak, termasuk di antaranya swab tenggorokan dan swab rektal, dengan tujuan mengidentifikasi keberadaan SARS-CoV-2 selaku virus penyebab Covid. Meskipun tidak ditemukan keberadaan SARS-CoV-2, potensi keterkaitan gagal ginjal akut dengan Covid masih belum dapat sepenuhnya disingkirkan, mengingat, masih adanya potensi dampak jangka panjang dari infeksi Covid.
Hipotesis IDAI tersebut turut didukung oleh adanya sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah yang bertajuk ‘Cell Stem Cell’, di mana studi tersebut mengungkapkan adanya potensi dampak jangka panjang dari infeksi Covid, termasuk di antaranya adalah dampak yang dapat terjadi pada ginjal. Pada studi tersebut dinyatakan bahwa SARS-CoV-2 secara langsung dapat menginfeksi sel-sel ginjal, dan dapat menyebabkan peningkatan insidensi fibrosis pada ginjal.

Budi Gunadi Sadikin selaku Menteri Kesehatan RI menyampaikan bahwa kasus gagal ginjal akut ini telah menjadi concern dan prioritas utama dari Pemerintah. Tim Dokter di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta juga telah secara khusus melakukan penelitian terhadap kasus-kasus tersebut. Harapannya, penelitian tersebut dapat segera membuahkan hasil yang dapat disampaikan kepada masyarakat.

IDAI menyampaikan bahwa pemberitaan kasus gagal ginjal akut ini tidak seharusnya disikapi dengan panik berlebih oleh masyarakat, terutama para orang tua. Meskipun demikian, IDAI tetap menghimbau para orang tua untuk dapat menaruh perhatian lebih kepada anak-anaknya. Apabila anak sakit, terutama dengan gejala yang mengarah ke potensi gagal ginjal akut –misalnya, demam, batuk, pilek, mual, muntah, atau diare-, orang tua harus melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi dan progresivitas penyakit anak.

Orang tua harus mulai waspada apabila anak mengalami muntah atau diare berlebih, karena hal tersebut dapat mengarah ke kondisi dehidrasi, yang dapat memicu terjadinya gangguan fungsi ginjal. Orang tua juga harus mewaspadai apabila frekuensi berkemih anak berkurang (misalnya, anak tidak berkemih sama sekali dalam kurun waktu enam jam), jumlah urine anak berkurang, atau urine anak terlihat pekat dan berwarna gelap. Apabila menemui tanda dan gejala tersebut, sebaiknya orang tua segera membawa anak ke RS atau fasilitas kesehatan lainnya, agar dapat dilakukan pemeriksaan lebih menyeluruh dan anak bisa mendapatkan penanganan yang cepat dan adekuat.

Stay safe and healthy, semuanya!
 
 

Penulis

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id