03 June 2022 2222
Reasuransi Jiwa

Penyakit Virus Hendra

Meskipun kasus Covid di Indonesia telah menurun dan relatif terkendali, nampaknya kita masih belum bisa lengah karena masih ada beberapa penyakit infeksi yang jumlah kasusnya berpotensi untuk meningkat di masa mendatang. Salah satu dari penyakit tersebut adalah Penyakit Virus Hendra. Nah, sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan Penyakit Virus Hendra ini?

Penyakit Virus Hendra disebabkan oleh Virus Hendra – sebelumnya dikenal sebagai Equine morbillivirus, yang masuk ke dalam genus Henipavirus dan family Paramyxoviridae. Virus Hendra masih satu family dengan Virus Nipah, yang merupakan patogen penyebab penyakit infeksi pada hewan ternak babi.

Meskipun nama virus ini identik dengan nama orang Indonesia, ternyata virus ini pertama kali bukan ditemukan di Indonesia, melainkan, di sebuah daerah bernama Hendra, yang terletak di pinggiran kota Brisbane, Australia, pada tahun 1994. Virus Hendra ini dalam waktu singkat telah menyebabkan wabah yang melibatkan 21 ekor kuda pacu dan dua orang manusia. Pada bulan Juli 2016, dilaporkan terjadi 53 insiden penyakit yang melibatkan lebih dari 70 ekor kuda. 

Hingga saat ini, terhitung telah terdapat tujuh kasus Penyakit Virus Hendra pada manusia, dan kesemuanya terjadi di pantai timur laut Australia. Semua penderita dilaporkan memiliki kontak dengan kuda yang terinfeksi, ataupun memiliki riwayat mengurus jasad kuda yang mati karena penyakit tersebut. Hingga saat ini, belum terdapat adanya konfirmasi kasus di luar Australia, termasuk di Indonesia. Meskipun demikian, berdasarkan studi serologi yang disampaikan pada publikasi Sendow et al. di tahun 2013, disebutkan bahwa sebanyak 22.6% kalong spesies Pteropus vampyrus di Kalimantan Barat dan 25% kalong spesies Pteropus alecto di Sulawesi Utara memiliki antibodi terhadap Virus Hendra. Fakta ini tidak seharusnya lantas membuat kita khawatir berlebih, namun tentu kita tetap harus waspada akan potensi terjadinya penularan di Indonesia.

Pada awalnya, Virus Hendra merupakan penyakit infeksi yang menular dari satu hewan ke hewan lainnya, dalam hal ini dari kelelawar (flying fox, dari genus Pteropus) ke kuda selaku inang penyakit. Pemaparan virus terjadi melalui kontak dengan urine flying fox yang terinfeksi. Sehingga dalam hal ini, kelelawar lebih merupakan reservoir alias tempat patogen bersarang dan berkembang biak, sebelum dapat menginfeksi inang. Selanjutnya, penularan dari hewan ke manusia pun dapat terjadi, apabila terdapat kontak antara hewan yang terinfeksi dengan manusia. Meskipun demikian, sampai saat ini masih belum terdapat bukti adanya penularan antara manusia.

Sebagaimana penyakit infeksi lainnya, Penyakit Virus Hendra juga memiliki masa inkubasi, yaitu 9 – 16 hari. Setelah melewati masa inkubasi, manusia yang terpapar virus akan mengalami keluhan dan gangguan kesehatan seperti demam, batuk, dan nyeri tenggorokan. Dalam beberapa kasus, pasien juga akan mengalami infeksi dan peradangan otak (encephalitis) ataupun selaput otak (meningitis), yang merupakan salah satu dari penyebab fatalitas penyakit ini. Ya, sayang sekali, walaupun sejauh ini ‘baru’ ditemukan tujuh kasus Penyakit Virus Hendra di seluruh dunia, fatalitas penyakit ini mencapai 4 dari 7 kasus alias 57%.
?
Kuda yang terinfeksi Virus Hendra dapat menampakan beberapa gejala dan perilaku, di antaranya adalah demam, peningkatan denyut jantung, berkeringat berlebih, berguling-guling, sesak nafas, keluar cairan dari hidung, goyah saat berjalan, kelihatan penglihatan, serta memiringkan dan memutar-mutar kepalanya. Adapun fatalitas penyakit ini pada kuda juga sangat tinggi, yaitu sekitar 70%.

Proses penegakkan diagnosis Penyakit Virus Hendra dapat dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis, dokter akan menanyakan riwayat kontak pasien dengan kuda yang berpotensi terpapar, atau riwayat berkunjung ke peternakan/kandang kuda. Pada pemeriksaan fisik akan ditegakkan gejala-gejala yang diduga dapat mengarah ke penyakit ini, seperti batuk dan sesak nafas. Selain itu, untuk mengkonfirmasi diagnosis, dokter juga akan melakukan pemeriksaan RT-PCR kepada pasien.

Dengan melihat tingginya fatalitas dari penyakit ini, tentunya kita akan bertanya-tanya terkait apakah penyakit ini dapat disembuhkan. Jawabannya adalah ya, penyakit ini dapat disembuhkan, dan penderita akan memiliki kesempatan sembuh yang lebih tinggi apabila penyakit dapat terdiagnosis dengan cepat sehingga penderita bisa mendapat penanganan sedini mungkin. Orang yang mengalami sakit dengan gejala serupa dan memiliki riwayat kontak dengan kuda atau riwayat berpergian ke area berpotensi wabah juga sangat direkomendasikan segera datang ke fasilitas kesehatan dan melakukan konsultasi dengan petugas kesehatan. Adapun pengobatan yang diberikan lebih bersifat simptomatis dan supportive.

Pengobatan spesifik terhadap kuda juga belum ditemukan, dan pengobatan terhadap kuda yang selama ini diberikan juga lebih bersifat simptomatis dan supportive, termasuk di antaranya pemberian anti-inflamasi dan terapi cairan. Pada beberapa kasus, euthanasia juga dijadikan pilihan, demi mencegah penderitaan berkelanjutan serta penyebaran infeksi lebih lanjut.

Apakah saat ini sudah terdapat vaksin spesifik untuk Penyakit Virus Hendra?
Jawabannya adalah belum. Sampai saat ini, metode pencegahan yang direkomendasikan adalah mencegah adanya kontak dengan hewan ataupun tempat tinggal hewan yang berpotensi terinfeksi, sehingga kita dapat mengurangi risiko terpapar Virus Hendra. Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan melalui penerapan perilaku hidup bersih (misalnya, selalu mencuci tangan setelah berada atau menyentuh properti publik), menghindari perburuan hewan liar, memasak daging sampai matang sebelum dikonsumsi, menggunakan alat pelindung diri apabila akan berkontak dengan hewan, tidak mengkonsumsi buah langsung dari pohonnya (karena berisiko terkontaminasi urine atau kotoran kelelawar), serta menghindari kontak dengan manusia yang dicurigai terinfeksi Virus Hendra.

Tindakan lain yang dapat diupayakan Pemerintah dan otoritas kesehatan adalah dengan melakukan pemetaan penyakit infeksi pada hewan, terutama penyakit infeksi yang berpotensi menular ke manusia. Hal ini tentunya membutuhkan dukungan dari Pemerintah terutama dalam anggaran agar surveillance yang mumpuni dapat dilakukan. Respon seperti ini sangat diperlukan, mengingat terjadinya pandemi pada manusia pun dapat diawali dari maraknya wabah yang terjadi pada hewan.

Stay safe and healthy, semuanya!

***

Penulis

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id