28 March 2023
11067
Reasuransi Jiwa
Flu Burung Clade 2.3.4.4b
Pada tanggal 22 Februari 2023, Kementerian Kesehatan Kamboja melaporkan adanya kasus kematian pada seorang anak perempuan berusia 11 tahun, yang diakibatkan oleh Flu Burung (H5N1). Kasus Flu Burung yang terjadi di Desa Roleang, Provinsi Prey Veng tersebut merupakan kasus Flu Burung pertama di Kamboja, sejak kasus Flu Burung terakhir di Kamboja pada tahun 2014. Kematian anak perempuan tersebut semakin mencuatkan kekhawatiran masyarakat akan Virus Flu Burung Clade Baru 2.3.4.4b yang pada beberapa tahun terakhir ini teridentifikasi di berbagai belahan dunia.
Flu Burung alias Avian Influenza merupakan penyakit influenza yang terjadi pada kelompok burung/unggas. Meskipun demikian, penyakit Flu Burung juga dapat menular kepada manusia, terutama manusia yang memiliki riwayat kontak dengan burung/unggas, seperti memiliki riwayat kunjungan ke pasar unggas dengan kebersihan yang buruk, riwayat berpergian ke daerah endemi Flu Burung, atau riwayat mengkonsumsi daging unggas yang tidak dimasak hingga matang sempurna. Transmisi Flu Burung pada mulanya hanya terjadi di antara unggas. Meskipun demikian, Virus Flu Burung telah mengalami mutasi menjadi zoonosis yang mampu menyebabkan penularan kepada manusia. Beberapa strain Virus Flu Burung di antaranya adalah H5N1, H7N7, H9N2, H5N6, H6N1, H7N9, dan H10N8.
Penyakit Flu Burung sebenarnya bukan merupakan penyakit yang baru. World Health Organization (WHO) telah mencatat kemunculan Flu Burung sejak tahun 2003, di mana, pada tahun tersebut WHO mencatat 453 kematian akibat Flu Burung yang tersebar di berbagai belahan dunia, seperti Azerbaijan, Bangladesh, China, Djibouti, Irak, Kamboja, Nigeria, Pakistan, Thailand, Turki, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Indonesia. Kasus Flu Burung di Indonesia sendiri mulai menyebar pada tahun 2005. Jumlah kasus Flu Burung di Indonesia yang dilaporkan dari bulan Juni 2005 hingga Desember 2016 tercatat sebanyak 199 kasus, dengan 167 kematian.
Saat seseorang terinfeksi Virus Flu Burung, maka orang tersebut akan mengalami gejala yang beragam. Gejala yang timbul dapat bersifat ringan, berat, bahkan berpotensi membahayakan nyawa. Beberapa gejala yang berpotensi dialami oleh penderita Flu Burung di antaranya adalah demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot, gangguan pernafasan, perdarahan gusi, perdarahan hidung, nyeri perut, hingga nyeri dada. Untuk menegakkan diagnosis Flu Burung, dokter akan melihat riwayat kontak pasien dengan burung/unggas, melihat gejala dan tampakan fisik pasien, serta melakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah dan pemeriksaan rontgen.
Sehubungan dengan Flu Burung merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, pengobatan terhadap penderita Flu Burung dilakukan dengan pemberian obat anti-virus, obat-obatan symptomatic (seperti penurun demam dan pereda nyeri), pemberian asupan cairan dan nutrisi, serta bed rest. Meskipun pasien berpotensi mengalami gejala ringan saat menderita Flu Burung, penanganan penderita Flu Burung harus dilakukan dengan cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi dan perburukan risiko pada penderita. Beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh penderita Flu Burung di antaranya adalah pneumothorax, gagal pernafasan, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Bagaimana kondisi yang dialami oleh penderita Flu Burung di Kamboja tersebut?
Gejala yang dialami oleh satu penderita Flu Burung dengan penderita lainnya dapat berbeda. Terbukti, walaupun anak yang meninggal dunia akibat Flu Burung di Kamboja tersebut mengalami gejala berat yang menyebabkan kematian, ayah dari anak tersebut yang juga terkonfirmasi menderita Flu Burung tidak mengeluhkan gejala apapun. Anak perempuan yang dilaporkan meninggal dunia lantaran Flu Burung tersebut diinformasikan mengalami gejala demam dengan suhu 39°C, batuk, dan sakit tenggorokan pada tanggal 16 Februari 2023. Tiga hari setelahnya, anak tersebut mulai mengeluhkan kelelahan dan kemudian dibawa oleh keluarganya ke RS Nasional Phnom Penh untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Pada tanggal 21 Februari 2023, dokter yang merawat mengirimkan sampel dari anak tersebut ke National Institute of Public Health untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sampel anak tersebut menunjukkan hasil positif Flu Burung (H5N1) pada keesokan harinya (22 Februari 2023), dan di hari yang sama, anak tersebut dinyatakan meninggal dunia.
Mengapa kasus Flu Burung di Kamboja menyebabkan kekhawatiran bagi masyarakat dunia?
Setelah sempat ‘booming’ pada tahun 2003 – 2014 kejadian kasus Flu Burung sempat mengalami penurunan drastis selama kurang lebih 10 tahun. Oleh karena itu, kejadian kematian pada anak yang menderita Flu Burung di Kamboja mencetuskan kekhawatiran dunia terkait apakah telah terjadi kemunculan strain baru dari Virus Flu Burung yang menular kepada manusia dan mematikan bagi manusia. Kekhawatiran tersebut bukannya tanpa alasan, lantaran, kemunculan Clade yang dikenal sebagai Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) A (H5N1) Clade 2.3.4.4b memang tercatat telah menyebabkan rekor jumlah kematian di antara populasi burung liar dan unggas peliharaan selama beberapa waktu terakhir. Peningkatan kasus tersebut disinyalir diakibatkan oleh perluasan transmisi, lantaran peningkatan migrasi burung-burung ke daerah Afrika, Asia, dan Eropa. Epizootic telah menyebabkan peningkatan kematian burung liar dalam jumlah besar, dan kemudian turut menyebabkan wabah pada unggas di peternakan.
Virus H5N1 Clade 2.3.4.4b sebenarnya bukan temuan yang baru, melainkan, kemunculannya di berbagai belahan dunia telah tercatat sejak tahun 2020. Hal yang menjadi concern dari WHO adalah tingginya kemampuan mutasi Virus H5N1 Clade 2.3.4.4b, di mana telah terjadi penyebaran virus ke spesies non-unggas, termasuk mamalia. Seperti yang telah kita ketahui, penyebaran virus ke mamalia dapat terbilang ‘tinggal selangkah’ menuju penyebaran ke manusia (zoonosis). Virus H5N1 terutama Clade 2.3.4.4b memang tercatat terus mengalami diversifikasi genetik dan peningkatan penyebaran secara geografis. Tercatat telah terjadi epidemi Flu Burung yang besar dan luas pada tahun 2021 – 2022 di Eropa dan Amerika Utara.
Jadi, apakah memang terbukti bahwa Virus H5N1 Clade 2.3.4.4b merupakan penyebab dari Flu Burung yang menyebabkan kematian pada anak di Kamboja?
Kamboja melakukan uji genomic sequencing pada setidaknya 12 orang yang diduga terkait dengan kasus Flu Burung yang menyebabkan kematian pada anak perempuan tersebut. Genomic sequencing yang dilakukan oleh Kamboja mengidentifikasi virus penyebab kasus Flu Burung tersebut sebagai H5N1 Clade 2.3.2.1c yang telah beredar pada populasi unggas –bahkan secara sporadis juga terjadi pada populasi manusia- di Kamboja selama beberapa tahun terakhir. Clade 2.3.2.1c merupakan clade yang telah ada sebelum kemunculan Clade 2.3.4.4b, yang memang telah terbukti dapat menginfeksi manusia. Meskipun demikian, sampai saat ini, masih belum terdapat bukti bahwa Clade 2.3.2.1c menyebabkan penularan antar manusia ke manusia.
Bagaimana kondisi terkini di Indonesia?
Meskipun sampai saat ini belum ditemukan kasus Flu Burung Clade 2.3.4.4b ataupun peningkatan kejadian Flu Burung di Indonesia, Dicky Budiman selaku Ahli Epidemiologi Griffith University, Australia menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sama dengan Kamboja untuk mengalami endemi kasus Flu Burung. Penilaian tersebut disampaikan dengan mempertimbangkan Indonesia merupakan kawasan endemik untuk penyakit influenza zoonosis yang menyerang unggas, termasuk di dalamnya ayam dan burung. Kasus Flu Burung sebelumnya juga pernah teridentifikasi di Indonesia, bahkan, Indonesia sempat menjadi epicentrum dari Virus H5N1 pada beberapa tahun lalu.
Kekhawatiran juga muncul dengan mempertimbangkan kemampuan Virus H5N1 Clade 2.3.4.4b yang telah menginfeksi mamalia, yang dapat menjadi pertanda ‘bangkitnya’ epidemi Flu Burung di Indonesia. Untuk mengantisipasi penularan yang lebih meluas, Dicky Budiman menghimbau agar Pemerintah dan Kementerian Kesehatan mulai melakukan surveilans ketat pada unggas dan manusia yang tinggal di area peternakan dan pasar unggas. Selain itu, antisipasi perluasan penularan dapat pula dilakukan dengan pengencangan mapping kasus Flu Burung dan kasus penyakit yang berpotensi mengarah ke Flu Burung.
Sebagai bentuk antisipasi penularan dari luar negeri, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI telah meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri di bandar udara, pelabuhan, dan pos lintas batas darat negara. Pemerintah telah menyikapi Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung Clade 2.3.4.4b melalui Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Nomor PV.03.01/C/824/2023 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Flu Burung (H5N1) Clade Baru 2.3.4.4b yang ditetapkan pada tanggal 24 Februari 2023. Sebelumnya, Kementerian Pertanian juga telah mengeluarkan Surat Edaran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian No. 16183/PK.320/F/01/2023 tanggal 16 Januari 2023 tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) Subtipe H5N1 yang menyebutkan adanya kenaikan wabah HPAI H5N1 Clade 2.3.4.4b dan Clade 2.3.2.1c di dunia, dan telah teridentifikasi positif Virus H5N1 Clade 2.3.4.4b melalui uji PCR dan sequencing di peternakan komersial bebek peking yang tidak divaksin di Provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan situasi yang saat ini ada, Pemerintah meminta seluruh jajaran Kementerian Kesehatan untuk berkoordinasi dengan Instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan, mempersiapkan fasilitas kesehatan untuk penatalaksanaan kasus suspek Flu Burung, meningkatkan kapasitas Labkesmas untuk pemeriksaan sampel dari kasus potensial, melakukan promosi kesehatan melalui kegiatan penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam upaya kewaspadaan Flu Burung, serta mengintensifikasikan kegiatan surveilans dan Tim Gerak Cepat (TGC).
Hal yang tak kalah penting dalam antisipasi penyakit infeksi adalah penerapan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) pada masyarakat, di mana, masyarakat dihimbau untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. Apabila terdapat unggas di sekitar kita, hendaknya dalam membersihkan kandang unggas kita selalu menggunakan masker, sarung tangan, dan baju khusus. Lalu setelah itu, kita harus bebersih dengan menyeluruh sebelum kembali ke rumah dan berbaur dengan keluarga lainnya.
Dalam hal ditemukan adanya kasus kematian unggas secara mendadak dan dalam jumlah besar ataupun terdapat kasus suspek Flu Burung, Pemerintah menghimbau masyarakat untuk melaporkan kasus-kasus tesebut ke Dinas Peternakan dan Puskesmas terdekat. Nantinya, laporan tersebut akan diteruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui sistem Surveilans Berbasis Kejadian (Event Based Surveillance/EBS) dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) dalam waktu kurang dari 24 jam. Laporan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan diteruskan kepada Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) Direktorat Jenderal P2P untuk dapat dikoordinasikan dengan instansi terkait dan dilakukan penanganan lebih lanjut.
Stay safe and healthy, semuanya!