13 January 2020 10281

Banjir, Penyakit Pes, dan Leptospirosis

 
Sumber foto: kompas.com
 
Tahun 2020 disambut dengan peristiwa yang kurang menyenangkan, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di area Jabodetabek. Jika umumnya malam pergantian tahun disambut dengan kemeriahan dan kegembiraan, malam tahun baru kali ini kita justru sedang ‘dicoba’ dengan musibah banjir setelah pada malam sebelumnya hujan turun deras tanpa jeda. Saat ini, pada sebagian besar daerah, banjir telah surut dan saatnya kita berbenah atas dampak yang terjadi dari musibah tersebut. Namun ternyata, lingkup berbenah kita tidak hanya sekedar membersihkan rumah dari genangan air atau lumpur belaka. Tetapi juga, bagaimana kita mengantisipasi dampak yang dapat muncul beberapa waktu setelah si banjir usai. Salah satunya adalah wabah penyakit.
 
Sebagaimana disoroti oleh Menteri Kesehatan RI saat ini, dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad, banyak sekali ditemukan tikus –baik yang masih hidup, maupun yang sudah menjadi bangkai- pada daerah yang terkena musibah banjir. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian kita karena tikus merupakan salah satu hewan yang berpotensi menjadi perantara penyakit seperti penyakit pes dan leptospirosis.
 
 
Apa sih, penyakit pes itu?
 
Sumber foto: sehatq.com
 
Pes atau sampar (plague) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. Rantai infeksi ini dimulai ketika serangga pinjal menggigit hewan pengerat seperti tikus atau tupai. Kemudian, infeksi akan menyebar sampai ke manusia melalui gigitan langsung dari si hewan pengerat atau melalui kutu yang berada pada tubuh hewan pengerat tersebut. Jika seorang manusia telah terinfeksi penyakit pes, maka dia juga akan berpotensi menularkan penyakit tersebut ke manusia lainnya.
 
Penyakit ini memiliki track record yang cukup ‘memukau’, di mana pada tahun 2007 pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atas penyakit pes di Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta), Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah), dan Ciwidey (Jawa Barat). Selain itu, sejarah mencatat bahwa penyakit pes juga pernah melanda Eropa dan membunuh hampir dua pertiga dari total penduduk Eropa –sekitar 75 hingga 200 juta orang- pada abad ke-14. Oleh karena itu, di Eropa, penyakit pes juga dikenal sebagai Black Death.
 
 
Apa saja sih, tanda dan gejala dari penyakit pes?
 
Secara umum, berdasarkan lingkup infeksinya, penyakit pes terdiri dari tiga jenis, yaitu Bubonic Plague, Pneumonic Plague, dan Septicemic Plague. Bubonic Plague adalah istilah untuk penyakit pes yang menyebabkan infeksi pada sistem limfatik. Penderita akan mulai merasakan tanda dan gejala seperti demam dan menggigil, nyeri otot, nyeri kepala, serta pembengkakan pada kelenjar getah bening sekitar dua hingga lima hari setelah penderita terinfeksi. Pada kondisi yang cukup berat, penderita bahkan dapat mengalami kejang.
 
Pneumonic Plague merupakan istilah untuk penyakit pes yang menyebabkan infeksi pada sistem pernafasan, khususnya paru-paru. Penderita akan mulai merasakan tanda dan gejala seperti batuk berat –hingga mengeluarkan dahak berdarah-, kesulitan bernafas, nyeri pada saat menarik nafas, dan demam sekitar dua hingga tiga hari setelah penderita terinfeksi.
 
 
Sumber foto: grassrootconservative.blogspot.com
 
 
Septicemic Plague merupakan istilah untuk penyakit pes yang menyebabkan infeksi pada sistem peredaran darah. Tipe ini merupakan tipe penyakit pes yang paling berbahaya, bahkan dapat menyebabkan fatalitas. Penderita penyakit pes tipe ini umumnya menunjukkan tanda dan gejala yang kurang spesifik seperti demam, diare, nyeri perut, serta mual dan muntah. Oleh karena itu, diagnosis umumnya terlambat ditegakkan, hingga akhirnya penderita mulai mengalami perdarahan, gangguan pembekuan darah, atau pembusukkan anggota gerak yang sebenarnya merupakan tahap akhir dari Septicemic Plague ini.
 
Penegakkan diagnosis penyakit pes dapat dilakukan melalui anamnesis atas riwayat perjalanan, tempat tinggal, maupun aktivitas dari penderita serta tanda dan gejala yang dialami. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan lanjutan berupa pemeriksaan darah, pemeriksaan cairan kelenjar getah bening, dan pemeriksaan cairan saluran pernafasan.
 
 
Apakah penyakit pes dapat diobati?
 
Ya, tentu saja. Penyakit pes merupakan penyakit yang harus segera diobati, terutama mengingat bahwa penyakit ini dapat menyebabkan fatalitas. Pengobatan penyakit pes dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, seperti gentamicin atau ciprofloxacin. Selain itu, penderita juga akan diberikan pengobatan pendukung seperti asupan cairan, asupan oksigen, dan asupan nutrisi. Pada beberapa kasus, penderita juga akan diisolasi untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Pengobatan dan isolasi dilakukan hingga penderita sembuh dan tidak berpotensi menularkan penyakit pes ke orang lain. Pengobatan penyakit pes juga harus mencegah terjadinya komplikasi seperti gangrene, perdarahan, meningitis, dan gagal pernafasan.
 
 
Apa sih, leptospirosis itu?
 
Sumber foto: sehatq.com
 
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang disebarkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi bakteri ini. Beberapa jenis hewan yang dapat menjadi pembawa leptospirosis adalah anjing, tikus, sapi, dan babi. Bakteri Leptospira interrogans dapat bertahan hidup selama beberapa tahun dalam ginjal hewan yang terinfeksi. Leptospirosis dapat menyerang manusia melalui kontak langsung dengan paparan air atau tanah yang telah terkontaminasi oleh urine dari hewan yang terinfeksi. Oleh karena itu, leptospirosis banyak terjadi di daerah yang terkena banjir dan pada area di mana terdapat hewan-hewan yang rentan terinfeksi.
 
Leptospirosis banyak ditemui di area tropis dan subtropis, di mana udaranya panas dan lembap yang membuat Leptospira interrogans dapat bertahan hidup lebih lama, seperti Afrika, Amerika Selatan, Karibia, serta Asia Tengah dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
 
 
Apa saja sih, tanda dan gejala dari leptospirosis?
 
Penderita leptospirosis umumnya menunjukkan gejala sekitar dua minggu hingga sebulan setelah infeksi terjadi. Tanda dan gejala yang muncul umumnya adalah mual dan muntah, demam dan meriang, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri otot, diare, jaundice (kekuningan pada kulit dan sclera mata), konjungtivitis, serta ruam pada kulit.
 
Jika mendapatkan pengobatan yang adekuat dan penderita memiliki kekebalan tubuh yang baik, penderita leptospirosis umumnya akan pulih dalam waktu satu minggu. Namun, sebagian penderita akan mengalami tahap kedua penyakit leptospirosis yang dikenal sebagai Penyakit Weil yang ditandai dengan adanya nyeri pada dada serta pembengkakan pada tangan dan kaki.
 
Sumber foto: www.kla.id
 
Penegakkan diagnosis leptospirosis dapat dilakukan melalui anamnesis atas riwayat perjalanan, tempat tinggal, maupun aktivitas dari penderita serta tanda dan gejala yang dialami. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan lanjutan berupa pemeriksaan urine, pemeriksaan kultur darah, pemeriksaan antibody, pemeriksaan fungsi liver, dan pemeriksaan fungsi ginjal. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan yang bertujuan untuk melihat apakah telah terjadi komplikasi pada organ lain seperti pemeriksaan rontgen paru, pemeriksaan jantung, serta pemeriksaan CT scan kepala/otak.
 
 
Apakah leptospirosis dapat diobati?
 
Ya, tentu saja. Infeksi leptospirosis dapat diobati dengan pemberian antibiotik seperti penicillin dan doxycyclin. Antibiotik umumnya diberikan selama satu minggu. Selain itu, dokter biasanya dapat memberikan pengobatan tambahan untuk meredakan tanda dan gejala penyakit seperti pemberian paracetamol untuk meredakan nyeri dan demam.
 
Pada kasus penyakit Weil, penderita akan memerlukan rawat inap di rumah sakit yang bertujuan agar antibiotik dapat masuk melalui intravena. Selain itu, jika telah terjadi komplikasi, maka akan dilakukan pengobatan untuk mengatasi komplikasi tersebut. Misalnya, pada penderita dengan komplikasi gagal ginjal, maka penderita akan direkomendasikan untuk melakukan cuci darah.
 
 
Sumber foto: megapolitan.kompas.com
 
 
Apakah penyakit pes dan leptospirosis dapat dicegah?
 
Tentu saja bisa. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, penyakit-penyakit ini disebabkan oleh kebersihan lingkungan yang kurang baik, misalnya setelah terjadi banjir. Oleh karena itu, kita harus memastikan kebersihan lingkungan kita seperti memastikan bahwa rumah kita bersih dari hewan pengerat liar seperti tikus. Jika lingkungan kita terkena musibah banjir, pastikan kita melindungi diri saat melakukan bersih-bersih misalnya dengan menggunakan sarung tangan dan menghindari kontak langsung dengan bangkai-bangkai hewan pengerat. Kita juga sebisa mungkin menghindari kontak dengan air yang telah terkontaminasi serta lumpur dari banjir. Yang tidak boleh dilupakan adalah memastikan bahwa kekebalan tubuh kita berada dalam kondisi baik.
 
***

Penulis

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id